
Oleh banyak kalangan, keris dengan Pamor Udan Mas dianggap memiliki tuah untuk memudahkan pemiliknya mendapatkan rejeki. Dengan rejeki yang cukup,diharapkan seseorang bisa membina rumah tangga dan keluarga lebih baik dan sejahtera.Lar GangSir konon merupakan kepanjangan dari GeLAR AgeMan SIRo yang memiliki makna bahwa Gelar atau jabatan dan pangkat di dunia ini hanyalah sebuah ageman atau pakaian. Suatu saat tentu akan ditanggalkan. Karena itu jika kita memiliki jabatan/pangkat atau kekayaan, maka janganlah kita SOMBONG dan TAKABUR (Jawa = Ojo Dumeh).
Jangan mentang-mentang memiliki kekuasaan, pangkat dan jabatan atau kekayaan, maka kita bisa seenaknya sendiri sesuai keinginan kita tanpa memikirkan kepentingan orang lain.
Berikut Makna dari Design Keris:
PULANG GENI
KIDANG SOKA
memiliki makna Kijang yang berduka. Bahwa hidup manusia akan selalu ada Duka, tetapi manusia diingatkan agar tidak terlalu larut dalam duka yang dialaminya. Kehidupan masih terus berjalan dan harus terus dilalui dengan semangat hidup yang tinggi. Keris ini memang memiliki ciri garap sebagaimana keris tangguh Majapahit. Tetapi melihat pada penerapan pamor serta besinya, tidak masuk dikategorikan sebagai keris yang dibuat pada jaman Majapahit. Oleh karena itu, dalam pengistilahan perkerisan dikatakan sebagai keris Putran atau Yasan yang diperkirakan dibuat pada jaman Mataram. Kembang Kacang Pogog
semacam ini umumnya disebut Ngirung Buto.
SABUK INTEN,
NAGA SASRA

Sepertinya berasal dari era Majapahit akhir atau bisa juga awal era Mataram Senopaten (akhir abad ke 15 sampai awal abad ke 16). Keris ini dulunya memiliki kinatah Kamarogan yang karena perjalanan waktu, akhirnya kinatah emas tersebut hilang terkelupas. Tetapi secara keseluruhan, terutama bilah masih bisa dikatakan utuh. Keris Dapur Naga Sasra berarti Ular yang jumlahnya seribu (beribu-ribu) dan juga dikenal sebagai keris dapur Sisik Sewu. Dalam budaya Jawa, Naga diibaratkan sebagai Penjaga. Oleh karena itu banyak kita temui pada pintu sebuah Candi ataupun hiasan lainnya yang dibuat pada jaman dahulu. Selain Penjaga, Naga juga diibaratkan memiliki wibawa yang tinggi. Oleh karena itu, Keris dengan dapur Naga Sasra memiliki nilai yang lebih tinggi daripada keris lainnya.
SENGKELAT,
panjang dari Jalen. Sogokan tidak terlalu dalam dengan Janur yang tipis tetapi tegas sampai ke pangkal bilah. Wrangka keris ini menggunakan gaya Surakarta yang terbuat dari Kayu Cendana.
RAGA PASUNG, atau Rangga Pasung memiliki makna sesuatu yang dijadikan sebagai Upeti. Dalam hidup di dunia, sesungguhnya hidup dan diri manusia ini telah diupetikan kepada Tuhan YME. Dalam arti bahwa hidup manusia ini sesungguhnya telah diperuntukkan untuk beribadah, menyembah kepada Tuhan YME. Dan karena itu kita manusia harus ingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki di dunia ini sesungguhnya semu dan kesemuanya adalah milik Tuhan YME.
BETHOK BROJOL,
adalah keris dari tangguh Tua juga. Keris semacam ini umumnya ditemui pada tangguh Tua seperti Kediri/Singosari atau Majapahit. Dikatakan Bethok Brojol karena bentuknya yang pendek dan sederhana tanpa ricikan kecuali Pijetan sepeti keris dapur Brojol.
PUTHUT KEMBAR,
Pajang, dalam buku Negara Kertagama yang ditulis pada jaman Majapahit, disebutkan adanya Pajang pada jaman tersebut. Oleh karena itu, sangat sulit untuk mengidentifikasi, apakah keris dengan besi Majapahit tetapi juga ada ciri keris Pajang bisa dikatakan tangguh Pajang – Majapahit, yang berarti keris buatan Pajang pada era Majapahit akhir (?).
Keris Lurus SUMELANG,
dalam bahasa Jawa bermakna kekhawatiran atau kecemasan terhadap sesuatu. Sedangkan Gandring memiliki arti setia atau kesetiaan yang juga bermakna pengabdian. Dengan demikian, Sumelang Gandring memiliki makna sebagai bentuk dari sebuah kecemasan atas ketidaksetiaan akibat adanya perubahan. Ricikan keris ini antara lain : gandik polos, sogokan satu di bagian depan dan umumnya dangkal dan sempit, serta sraweyan dan tingil. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa keris dapur Sumelang Gandring termasuk keris dapur yang langka atau jarang ditemui walau banyak dikenal di masyarakat perkerisan. (Ensiklopedia Keris : 445-446). Konon salah satu pusaka kerajaan Majapahit ada yang bernama Kanjeng Kyai Sumelang Gandring. Pusaka ini hilang dari Gedhong Pusaka Keraton. Lalu Raja menugaskan mPu Supo Mandangi untuk mencari kembali pusaka yang hilang tersebut. Dari sinilah berawal tutur mengenai nama mPu Pitrang yang tidak lain juga adalah mPu Supo Mandrangi. (baca : Ensiklopedia Keris : 343-345).
Masih banyak Lagi nama-nama Keris dan Design yang Cukup Menarik dari budaya Nenek Moyang Kita yang tidak terukur nilainya
Dibawah ini merupakan tambahan yang masih ada kaitan dengan adat dan tradisi budaya jawa
TILAM UPIH, dalam terminologi Jawa bermakna tikar yang terbuat dari anyaman daun untuk tidur. Diistilahkan untuk menunjukkan ketenteraman keluarga atau rumah tangga. Oleh karena itu banyak sekali pusaka keluarga yang diberikan secara turun-temurun dalam dapur tilam Upih. Ini menunjukkan adanya harapan dari para sesepuh keluarga agar anak-cucunya nanti bisa memperoleh ketenteraman dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.