Polemik atas simulasi perhitungan tagihan rekening listrik pascakenaikan TDL pada 1 Juli lalu antara pengusaha dan pemerintah memperlihatkan betapa suatu perubahan kebijakan publik seakan bisa dengan mudahnya lolos tanpa pemahaman mendalam dari para pengguna akhir aturan itu sendiri.
Adalah kalangan pengusaha yang mendesak pemerintah segera menurunkan kembali tarif listrik industri pascakenaikan tarif dasar listrik (TDL) 10% untuk mengurangi dampak negatif sektor industri. Mereka bahkan mengancam jika TDL tidak dikembalikan seperti posisi semula, akan terjadi penurunan produksi dan pemutusan hubungan kerja massal.
Kenaikan TDL dalam Permen ESDM No. 7/2010 meski dengan kompensasi pemberian disinsentif berupa penghapusan tarif dayamax plus dan multiguna, tapi tagihan akhir pengusaha membengkak.
Berdasarkan kalkulasi pebisnis terhadap peraturan itu, tagihan untuk golongan industri I-2 membengkak 82%, sedangkan golongan I-3 meningkat 54% dibandingkan dengan tagihan sebelumnya. Kenaikan tersebut terjadi karena PLN menetapkan koefisien 1,4 - 2,0.
konsumen sudah paham tetapi kebijakan baru yang diusulkan ternyata berbeda dengan realisasinya. Kemungkinan terakhir yang disebut ini paling berbahaya karena jika itu terjadi maka sama saja otoritas telah menjebak alias berbohong kepada masyarakat dalam suatu aturan abu-abu untuk tujuan tertentu.
Memang sekarang semestinya arah wacana bukan lagi mundur ke belakang mempersoalkan filosofi perlu tidaknya penaikan TDL, tetapi penekanannya lebih ke arah benar tidaknya perhitungan pemerintah atas penaikan TDL sesuai dengan usul yang diajukan ke DPR