Tragis Bisa Makan Aja Syukur, Boro-boro ke Rumah Sakit, Empat tahun belakangan, dunia sangat kejam bagi Juriyati (38). Sekejam tumor ganas sebesar bola kaki yang menggelantung di dadanya dan kian membesar.
DARI rumah orang tuanya di Gg. Ikhlas I, Kel. Alur Dua Baru, Kec. Sei Lepan, Langkat, Juriyati yang hanya bisa terkapar lemah, kemarin sesaat melayangkan memori indahnya ke masa gadis. Ya, itulah hari-hari indahnya menuntut ilmu di SMK Tata Boga Tanjung Pura, Langkat. Tempo itu, Juriyati dikenal sebagai gadis rajin, ramah, plus pandai mengaji.
Usai tamat sekolah, Suhartono (36) mencuri hatinya. Juriyati terpanah asmara. Dan pada 1997, cinta itu mereka ukir dalam janji sehidup semati. Ya, Juriyati – Suhartono menikah. Pernikahan mereka dikaruniai dua putera: Muhamad Buharisah dan si sulung Lukman Asari. Kini buah cinta itu berumur 10 dan 12 tahun.
Sampai dikaruniai dua anak, dunia Juriyati masih terasa indah. Tapi tidak sejak 4 tahun lalu, ketika tumor payudara mulai menggerogotinya. Musibah bahkan datang beruntun. Suhartono, suami terkasihnya, mendadak meninggalkannya begitu saja. Tinggallah Juriyati bersama 2 puteranya, hidup terlantar hingga kini.
Dalam kemiskinan yang menjerat di sela tumor payudaranya kian ganas menyerang,
Juriyati dan dua anaknya dirawat Ponimin, ayah kandungnya yang telah renta. Lelaki 60 tahun itu tampak tabah merawat puteri dan 2 cucunya. “Sejak pergi dan sampai sekarang Suhartono tidak pernah memberi nafkah lahir maupun bathin pada keluarganya. Jangankan memberi biaya untuk istri dan 2 anaknya, untuk melihat saja dia tak mau. Padahal mereka belum bercerai,” kata Ponimin.
Juriyati adalah anak kelima dari 7 bersaudara. Ibunya atau isteri Ponimin,
Hj. Kasmiah, telah meninggal dunia. “Saya tak bisa berbuat apa-apa lagi. Begitu pun saya telah membawanya ke pengobatan altenatif, tapi dia (Juriyati –red) tak sembuh juga. Kalau dibawa ke rumah sakit, harus bawa biaya besar dari mana? Kalau tidak ada uang panjar, tidak mungkin anak kita mau diobati oleh pihak rumah sakit,” keluh Ponimin, pensiunan pegawai rendahan sebuah perusahaan BUMN di Pangkalan Brandan, Langkat.
“Berapalah duit pensiun yang saya terima tiap bulan,” sambungnya, “kami bisa makan sehari-hari saja sudah syukur.” Karena penghasilannya hanya bisa untuk makan, 2 cucunya dari Juriyati, yakni Buharisah dan Lukman kini terpaksa berhenti sekolah. Sebelumnya, 2 anak malang itu bersekolah di SD Alur Dua, Sei Lepan.
Demi penyembuhan puterinya, Ponimin kini berharap pada perhatian pihak Pemkab Langkat agar dapat membantu biaya operasi Juriyati.
Adakah hati yang terketuk untuk membantu Juriyati ?