Perlindungan bagi nasabah/konsumen dalam percaturan bisnis dewasa ini adalah hal-hal yang sangat urgen, dengan adanya perlindungan secara legal atau payung hukum adalah menciptakan kenyamanan dan kedamaian kepada para pihak yang terkait.
Secara eksplisit sulit ditemukan ketentuan mengenai perlindungan nasabah debitur dalam Undang-Undang perbankan Nomor 10 Tahun 1998, sebagaian besar Pasal-Pasal hanya berkonsentrasi pada aspek kepentingan perlindungan bank sehingga kedudukan nasabah
sangatlah lemah, baik ditinjau dari kontraktual dengan bank dalam perjanjian kredit misalnya nasabah sangat dilematis, perjanjian kredit yang biasanya standar kontrak, senantiasa membebani nasabah debitur dengan berbagai macam kewajiban dan tanggung jawab atas resiko yang ditimbulkan selama perjanjian berlangsung ditujukan kepada nasabah, yang pada gilirannya memunculkan tanggung jawab minus dari pihak bank
Tidak terkecuali perbankan syariah yang secara baik melaksanakan kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 7 tahun 1992 yang selanjutnya diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998. Dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 13 memberikan daftar ligitimasi kegiatan usaha yang boleh dilakukan oleh bank secara umum, namun secara khusus untuk bank syariah kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan adalah yang sesuai dengan prinsip syariah.
Aturan-aturan dan isi pasal dalam Undang-undang nomor 21 Tahun 2008 tersebut begitu memberikan harapan segar bagi nasabah, namun dalam prakteknya kadang tidak sejalan
dengan prinsip-prinsip yang seharusnya menjadi dasar operasionalnya, banyak kendala-kendala yang sedikit mengusik berlangsungnya opersional bank syariah dengan prinsip syariah, seiring dengan perjanjian yang terjadi pada perbankan secara umum, seperti klausula eksonerasi dalam perjanjian kredit sering dimanfaatkan bank padahal beban bunga yang tinggi sudah cukup membebani nasabah jika diperhatikan dengan seksama beban bank yang tinggi, sebenarnya akan berpengaruh pada faktor psikologis nasabah, karena bunga yang menimbulkan ketidaktenangan dalam menjalankan usahanya sehingga akan berimbas pada kegagalan usaha nasabah yang bersangkutan Klausula-klausula semacam tersebut secara prinsip tidak terjadi jauh dari aturan main dan perundang-undangan pada bank syari’ah, namun demikian begitu tipisnya praktek yang terjadi dilapangan, sehingga yang terjadi adalah kerugian besar bagi nasabah bank syari’ah,
karena hak-hak sebagai nasabah bank kurang terperhatikan dan nilai-nilai perekonomian
yang diyakini secara islami juga tidak mendapatkan tempat, karena sistem etika bisnis Islam berbeda dengan sistem sekuler ataupun sistem etika yang telah diusung dengan agama lain, melalui perkembangan peradaban sistem sekuler mengasumsikan sejumlah kode moralitas yang sangat entropis.
Karena konsep moral dari sistem etika tersebut berdiri di atas nilai-nilai temuan manusia seperti halnya epicurianism atau kebahagiaan hanya untuk kebahagiaan itu
sendiri. Sistem tersebut mengusulkan sistem perceraian antara etika dengan agama, Sedangkan kode moralitas yang di adopsi agama selain Islam lebih sering menekankan kepada pengkuburan eksistensi kehidupan manusia dimuka bumi. Dan moralitas etika Islam menanamkan anjuran akan hubungan manusia dengan Tuhannya.
Dalam menjalankan bisnis Islam umat Islam dituntut melaksanakan sesuai dengan ketentuan. Aturan yang dimaksud adalah syariah, hal ini didasarkan pada satu kaidah ushul “al aslu fi al-afal at-taqayyud bi hukmi asy-syar’i” bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah
terikat dengan hukum syara maka dalam melaksanakan suatu bisnis harus senantiasa
mematuhi dan tetap berpegang teguh pada ketentuan syariah, dengan kata lain syari’at
merupakan nilai utama yang menjadi payung strategis mau pun taktis bagi organisasi bisnis.
Begitu kokohnya prinsip-prinsip Islam dalam mengatur bisnis tak terkecuali dalam
perbankan syariah, oleh karena ada baiknya penulis memaparkan asas-asas dalam al qur’an dan hadis dianggap dan bisa dikongkritkan sebagai asas-asas perlindungan bagi hasil debitur 1) asas pelarangan riba 2) asas itikad baik 3) kesepakatan 4) keseimbangan atau keadilan 5) kebersamaan/kemitraan 6) asas tolong menolong/persaudaraan.
Asas-asas ini juga sebagian
besar ditemukan dalam peraturan perbankan saat ini yakni asas 1) kesepakatan 2) asas kehatihatian 3) asas nondiskriminatif 4) asas keterbukaan, dengan demikian asas pelarangan bunga, sistem bagi hasil, keseimbangan/keadilan, kemitraan/kebersamaan serta asas tolong menolong merupakan asas khusus dimiliki yang oleh bank berdasarkan prinsip syariah yang tidak ditemukan pada bank sistem bunga.
Yang menjadi landasan filosofis pentingnya perlindungan nasabah segala ketentuan
yang berlandaskan pada pengayoman, keberpihakan serta perlindungan terhadap kaum lemah,dan ketentuan ini sangat terkait dengan konsep persaudaraan dan tolong menolong dalam Islam. Makalah Urgensi Perlindungan Nasabah Bank Syariah