TIPS BERTENGKAR DI DEPAN ANAK

TIPS BERTENGKAR DI DEPAN ANAK , Boleh saja berargumentasi di depan anak, jika memang tak bisa dihindarkan. Namun, ada beberapa trik yang harus Anda ketahui, agar acara bertengkar tak merusak mental anak. Sering kali kita mendengar orang mengatakan, “Jangan bertengkar di depan anak-anak, tidak baik!” Lalu, jika kondisi itu tak bisa dicegah, bagaimana? Setiap orang pasti pernah bertengkar. Perlu diketahui, bertengkar merupakan cara bertahan yang paling alami untuk hidup. Tak ada satu hubungan atau perkawinan pun yang berjalan tanpa konflik.

Banyak orang menjalin suatu hubungan percintaan atau perkawinan tanpa mengetahui bagaimana cara mempertahankan hak-hak mereka. Sebab, kita sering diajarkan, berkelahi itu berbahaya atau tidak berguna. Bahkan, bisa mengakibatkan trauma bagi masa pertumbuhan anak di dalam keluarga yang agresif. Atau, tak berguna bagi anak melalui rasa frustrasi, jika dia dibesarkan di dalam lingkungan yang memberikan perlindungan maupun kendali yang berlebihan.


Bahkan, ada anak yang sudah dewasa tak tahu bagaimana caranya bertengkar karena mereka tak pernah menyaksikan kedua orangtuanya bertengkar. Sejak lama pula para psikolog dan penasehat keluarga menyadari, pertengkaran dapat berdampak buruk bagi anak-anak.

Konflik secara lisan, dengan saling meremehkan atau tiba-tiba meledak dan mengancam, merupakan racun bagi kesehatan emosional dan fisik anak-anak. Sebuah penelitian mengukur tingkatan stres dilakukan pada anak-anak yang pernah melihat orangtuanya bertengkar, hasilnya: detak jantung meningkat, nafas menjadi lebih cepat, dan aktivitas kelenjar keringat menjadi lebih banyak. Anak-anak menjadi lebih sering sakit, cenderung lebih agresif, lebih banyak depresi, gelisah, dan tak bisa tidur senyenyak anak-anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat konflik yang lebih rendah.

Lalu, bagaimana dampak pada anak-anak yang tak pernah atau jarang menyaksikan pertengkaran atau percekcokan kedua orangtuanya? Biasanya mereka tidak bisa menuntut haknya dan sering tidak tahu bagaimana membela temannya saat diganggu. Mereka juga cenderung takut berkonflik dan menjadi gelisah berlebihan bila masuk ke dalam situasi yang baru. Bagi mereka, keberhasilan suatu persahabatan dilihat dari tidak pernah terjadinya pertengkaran atau perselisihan paham.

Jadi, kapan “bertengkar yang baik” bisa dilakukan di hadapan anak-anak? Memperhatikan orangtua yang bertengkar memang bisa menakutkan bagi anak-anak. Tapi, melihat orang tua mereka menyelesaikan perbedaan dengan cara yang positif, jutsru bisa memberikan rasa aman bagi anak-anak. Bila anak-anak bisa belajar dari pasangan dan keluarga yang bisa hidup bersama, meskipun melewati saat-saat yang memanas, mereka akan lebih mudah menjalani hidup di kemudian hari.

Sebagai individu, mereka akan mampu menuntut haknya dan sebagai pasangan mereka akan mengerti, setiap orang boleh memiliki perbedaan pendapat dan tetap saling mencintai. Sehingga, kelak mereka menjadi orangtua, akan bisa lebih baik dalam mengatasi tantangan yang dibawa di hadapan anak-anaknya.

Sebab, konflik terjadi di mana-mana dan merupakan hal yang wajar terjadi pada siapapun. Oleh karena itu, penting mengajarkan kepada anak-anak mengenai rasa marah. Anak-anak toh, menyaksikan kekejaman di dalam kehidupan sehari-hari melalui media cetak ataupun elektronik. Dengan menyaksikan semua kekejaman itu, melalui “bertengkar yang baik” anak-anak dapat belajar, memiliki rasa marah adalah sesuatu wajar, tapi menyakiti sesama bukanlah merupakan sikap terpuji.

Jadi, mereka bisa mengenali perasaan marah, baik dalam diri sendiri maupun orang lain, serta belajar cara mengendalikannya. Mereka bisa belajar teknik menenangkan diri dan mengomunikasikan perasaan marah dengan cara positif. Mereka pun bisa melihat hasil dari pemecahan suatu masalah, dan yang terpenting, belajar bagaimana cara pergi dari situasi yang kasar ataupun kejam.