Pimpinan Teroris Dulmatin Sukses Rekrut Kalangan Birokrat

Pimpinan Teroris Dulmatin Sukses Rekrut Kalangan Birokrat , Sosok pimpinan teroris serbabisa benar-benar melekat pada Dulmatin. Tak hanya jago meracik bom dan gerilya, dia juga seorang perayu nomor wahid. Jaringannya bahkan bisa merekrut orang-orang di instansi pemerintahan untuk bergabung.

Dari 30 anggota jaringan Dulmatin yang kini diinterogasi serius polisi, tiga di antaranya eks birokrat. Mereka adalah Sofyan Tsauri, Fauzi Syarif, dan Yudi Zulfahri.
Sofyan adalah desersi Polres Depok tahun 2008 berpangkat terakhir brigadir. Fauzi adalah mantri kesehatan yang juga pegawai negeri sipil (PNS) di Pemkot Tangerang dan Yudi alumnus STPDN tahun 2007.

Selain mengejar orang-orang yang belum tertangkap, Densus 88 juga menginvestigasi seberapa besar jaringannya di birokrasi. ’’Mereka masih bungkam. Belum mau membuka siapa saja orang lain yang berhasil dipengaruhi,” ujar seorang perwira penyidik kemarin (14/3).

Polisi curiga, tak hanya tiga orang itu yang sukses dirayu Dulmatin. ’’Kalau dari pola operasinya, Dulmatin memang memilih sasaran orang secara khusus untuk memuluskan aksinya,” kata sumber itu. Keberhasilan Dulmatin memperoleh identitas ktp atas nama Yahya Ibrahim di Ciracas, Jakarta Timur (Jaktim), juga menimbulkan kecurigaan aparat. Apalagi, berkat ktp itu, Dulmatin bisa memperoleh paspor secara legal dan sah di Kantor Imigrasi Jaktim. ’’Dengan paspor itu, Dulmatin bisa keluar masuk dengan mudah karena paspornya bukan palsu,” terang sumber.

Salah seorang pembantu utama Dulmatin, yakni desertir polisi Sofyan Tsauri berhasil dipengaruhi sejak 2006. Bahkan dalam kesehariannya saat bertugas di Polres Depok, Sofyan sudah mulai bertingkah beda. Hal ini juga diakui salah satu mantan pimpinan Sofyan di Polres Depok.

Kepada Indopos (grup Radar Lampung), Kasatsamapta Polres Depok Kompol Putu Sumada mengatakan, saat menjadi anak buahnya, Sofyan tidak mau menyebutkan Tribrata dengan alasan haram karena menjunjung tinggi NKRI. ’’Itu penghinaan pada korps. Kita harus hafal Tribrata, jangan sampai seperti Sofyan yang kini terlibat jaringan teroris,” ujar Putu pada wartawan di Depok.

Saat itu, Sumada marah besar pada Sofyan. ’’Saya ingat dia tidak mau ucapkan Tribrata, katanya haram. Padahal, itu seperti Pancasila, tuntunan hidup Polri. Karena itu, dia langsung saya tempeleng,” ujarnya.

Setelah kejadian tersebut, lanjut Sumada, Sofyan tak pernah masuk bekerja lebih dari tiga bulan. Akhirnya, dia dipecat tahun 2008 akibat desersi. Sumada mengingatkan kepada para anggotanya untuk dapat berkomitmen kepada Polri dan tidak seperti Sofyan. ’’Saya malu disebut ada eks anggota saya yang menjadi teroris. Dari Sabang sampai Merauke jangan sampai ada anggota Polri yang seperti Sofyan,” katanya.
Sofyan merupakan operator penyedia dan penyuplai senjata bagi kelompok Dulmatin untuk berlatih di Aceh. Pria yang pernah tinggal di Puri Mandala, Cimanggis dan Limas Elok, Depok, itu sekarang ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua Depok.

Seorang mantan kombatan yang pernah mengenal Sofyan menilainya sebagai polisi yang jujur. ’’Justru dia itu dipecat karena hendak poligami, bukan karena desersi,” kata ustad yang tinggal di Jakarta itu.

Dia ingat, saat bertemu Sofyan di sebuah majelis taklim. ’’Saat itu akhi (saudara, Red) Sofyan bilang rindu ingin berjihad. Saya jawab, kalau antum (kamu) polisi, ya berjihad dengan memberantas kemaksiatan, perangi judi dan narkoba,” kata sumber itu. Januari 2008, dia hilang kontak dengan Sofyan. ’’Saya tahu kalau dia ikut ditangkap saat Kapolri mengumumkan di televisi,” tuturnya.

Selain Sofyan, pembantu Dulmatin yang punya peran penting adalah Fauzi Syarif, seorang pegawai Pemerintah Kota Tangerang. Fauzi tercatat sebagai kepala Subbagian Tata Usaha Puskesmas Karang Tengah Pemkot Tangerang. Dia juga pernah menempuh pendidikan magister ilmu kesehatan masyarakat di sebuah universitas di Jakarta.

Fauzi menjadi tersangka karena diduga menyediakan safe house (rumah perlindungan) sementara bagi anggota jaringan Dulmatin. Dua pengawal Dulmatin, yakni Ridwan dan Hasan Nur, ditembak tak jauh dari rumah Fauzi. Di rumah Fauzi juga diamankan handycam dan laptop. Dari pemeriksaan sementara, handycam dan laptop itu berisi materi indoktrinasi paham jihad ala Dulmatin.

Anak buah Dulmatin lainnya yang jadi key person (kontak) Dulmatin di Aceh yaitu Yudi Zulfahri ternyata alumni Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri tahun 2007. STPDN selama ini menerapkan sistem disiplin yang ketat dan diawasi langsung Kementerian Dalam Negeri.

’’Yudi adalah orang yang memfasilitasi kelompok Dulmatin masuk Aceh. Dia asli Aceh dan digunakan untuk membuka jalan latihan,” kata Kapolri saat mengumumkan peranan Yudi beberapa waktu lalu.

Dosen Univeristas Syah Kuala, Aceh, Al Chaidar menilai Yudi telah diincar untuk direkrut sejak lama. ’’Jaringan seperti mereka sudah ada perencanaan yang lama. Kita butuh orang ini, perannya ini, kira-kira siapa yang bisa, itu sudah dipikirkan jauh-jauh hari,” katanya saat dihubungi kemarin.

Mantan aktivis Darul Islam itu menilai, orang-orang yang sudah berhasil dipengaruhi Dulmatin menyebar di berbagai bidang. ’’Saat ini tentu mereka akan kocar-kacir beberapa saat. Tetapi, setelah itu pasti ada konsolidasi ulang,” katanya.

Penulis buku Negara Islam Indonesia itu menyebut waktu enam bulan cukup bagi jaringan untuk re-grouping (berkumpul ulang, Red). ’’Jadi, ini seperti perusahaan outsourcing. Kira-kira butuh orang dengan keahlian apa, diincar, lalu ditugaskan orang untuk merekrutnya,” katanya.

Jika polisi saja bisa direkrut, kata Al Chaidar, nyaris semua level profesi bisa dipengaruhi jaringan Dulmatin. ’’Abu Haikal, misalnya. Dia mantan dosen, seorang intelektual,” katanya. Abu Haikal adalah nama alias dari Bakti Rasna yang tinggal di kompleks Pondok Sukmajaya Blok F2 RT 2/2 No. 16. Sukmajaya, Depok.

Sejumlah warga sekitar membenarkan Bakti adalah mantan dosen Universitas Pancasila.
Menurut Al Chaidar, langkah polisi perlu dievaluasi. ’’Jaringan seperti ini tak akan habis kalau hanya represif. Sebaliknya justru berkembang pesat,” kata penulis buku Aceh Bersimbah Darah itu.

Mantan anggota Jamaah Imran Umar Abduh menilai kematian seorang teroris justru akan menghidupkan jaringan. ’’Bagi mereka, kematian adalah pupuk perjuangan. Apalagi, mereka meyakini bahwa yang meninggal syahid dan siapa saja pasti siap menggantikan,” jelas Umar yang pernah dipenjara dalam kasus pembajakan pesawat Garuda 1981 itu.

Kadivhumas Mabes Polri Edward Aritonang memastikan semua jaringan Dulmatin akan diurai. Menurutnya, ada dua kelompok utama yang sekarang ditarget polisi. Kelompok pertama adalah DPO lama yang memang sudah ada dalam database Polri. ’’Kelompok yang kedua adalah orang-orang baru yang terkait Aceh maupun jaringan lainnya,” terangnya Sabtu (13/3).

Napi Terorisme
Penanganan narapidana terorisme di Indonesia harus segera dibenahi. Meskipun 452 orang sudah ditangkap dan 200 di antaranya dibebaskan dari hukuman, teror tetap berlanjut. Bahkan, yang terbaru, anggota jaringan Dulmatin ternyata banyak disokong residivis kambuhan kasus terorisme.

Peneliti Research Center for Terrorism and Security Rakyan Adibrata menilai program deradikalisasi Polri harus segera dibenahi. ’’Harus dicari di mana salahnya. Saat ini kami sedang meriset berapa banyak mantan napi terorisme yang ditangkap lagi dengan kasus yang sama,” kata Rakyan di Jakarta kemarin (14/3).

Dia mencontohkan, jaringan Noordin dahulu juga disokong residivis terorisme seperti Air Setyawan dan Bagus Budi Pranoto alias Urwah. Sekarang, Dulmatin juga disokong jaringan lama yang pernah ditahan seperti Encang Kurnia dan Ismet Hakiki yang terlibat dalam pengeboman Kedutaan Besar Australia 2004.

’’Ada yang salah dalam sistem rehabilitasi. Penjara ternyata tidak bisa mengubah pola pikir, ideologi, dan konsistensi perjuangan seorang teroris dalam versinya sendiri. Pendekatan Densus 88 juga tampaknya tidak efektif,” kata alumnus Fakultas Hukum UII itu.

Kadivhumas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang di Jakarta Sabtu lalu (13/3) menyebutkan, program-program seperti perluasan lapangan kerja dan pemberian bantuan modal kerja bisa mengurangi terorisme. ’’Program deradikalisasi di Polri jalan terus, tentunya dengan berharap bantuan seluruh masyarakat,” katanya