Sejarah Pembangunan Jembatan Selat Sunda

Sejarah Pembangunan Jembatan Selat Sunda, Jembatan Selat Sunda adalah salah satu proyek besar pembuatan jembatan yang melintasi Selat Sunda sebagai penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Proyek ini dicetuskan pada tahun 1960 dan sekarang akan merupakan bagian dari proyek Asian Highway Network (Trans Asia Highway dan Trans Asia Railway).

Dana proyek pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) direncanakan berasal dari pembiayaan Konsorsium diperkirakan menelan biaya sekitar 10 miliar Dollar Amerika atau 100 triliun rupiah yang akan dipimpin oleh perusahaan PT Bangungraha Sejahtera Mulia {BSM). Menurut rencana panjang JSS ini mencapai panjang keseluruhan 31 kilometer dengan lebar 60 meter, masing-masing sisi mempunyai 3 lajur untuk kendaraan roda empat dan lajur ganda untuk kereta api akan mempunyai ketinggian maksimum 70 meter dari permukaan air. JSS telah dilakukan Soft Launching 2007 Jembatan Selat Sunda dan akan dimulai pembangunannya pada tahun 2010 dan diperkirakan dapat mulai dioperasikan pada tahun 2025.

Sejarah Jembatan Selat Sunda
Berawal dari gagasan Prof. Sedyatmo (alm), seorang guru besar di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1960 disebut dengan nama Tri Nusa Bima­sakti yang berarti penghubung antara tiga pulau yaitu Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Pulau Bali kemudian pada tahun 1965 Soekarno sebagai Presiden RI memerintahkan kepada ITB agar melakukan uji coba desain penghubung yang hasil dari percobaan tersebut berupa sebuah tero­wong­an tunel dan pada awal Juni 1989 terselesaikan dan diserahkan kepada Soeharto selaku Presiden RI pada saat itu dan kemudian pada tahun 1997 Soeharto sebagai Presiden RI memerintahkan kepada BJ Habibie selaku Menristek agar mengerjakan proyek yang diberi nama Tri Nusa Bima­sakti,

Pada tahun 1990an Prof. Wiratman Wangsadinata dan Dr.Ir. Jodi Firmansyah melakukan pengkajian uji coba desain kembali terhadap perencanaan peng­hu­bungan antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera, pada hasil pengkajian menyatakan bahwa penghubung dengan melalui sebuah jembatan ternyata lebih layak bila dibandingkan dengan penghubung dengan melalui sebuah tero­wong­an dibawah dasar laut untuk penghubung Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. sedangkan untuk Jembatan Selat Bali yang menghubungkan antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali belum terlaksana dikarenakan pemerintahan daerah Provinsi Bali belum bersedia

Pra-Studi Kelayakan Jembatan Selat Sunda
Pra-Studi Kelayakan Jembatan Selat Sunda ini telah diserahkan pada Gubernur Banten, Lampung dan pemerintah pusat dalam suatu acara khusus bertempat di Hotel Borobudur Jakarta, pada hari Kamis tanggal 13 Agustus 2009. selanjutnya akan melibatkan 10 provinsi yang berada pada Pulau Sumatera

Dengan dilakukan revisi Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 maka dibentuk kembali kelompok studi kelayakan (feasibility study) yang terdiri dari soal teknis, tata ruang dan keekonomian serta sosial realisasi proyek Jembatan Selat Sunda masih perlu waktu kaji satu hingga satu setengah tahun lagi

Sikap serius pemerintah terhadap proyek Jembatan Selat Sunda (JSS)
Sikap serius pemerintah terhadap proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) ditunjukkan dengan keluarnya peraturan presiden (perpres) pada pertengahan Januari lalu.
Perpres yang diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu sebagai landasan hukum pembangunan jembatan yang direncanakan sepanjang 31 kilometer tersebut. Kini sudah ada tiga tim bentukan pemerintah yang mulai bekerja mengkaji kelayakannya.
’’Tiga tim sedang bekerja untuk JSS. Pokja pertama tentang teknis di bawah laut, kemudian aspek angin, aspek gempa, dan lain-lain. Pokja kedua adalah tim yang mempelajari pengembangan wilayah dan lingkungan hidup. Pokja ketiga adalah tim yang mengkaji masalah ekonomi bahwa kegiatan itu harus layak,” kata Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Hermanto Dardak pekan lalu.

Tim tersebut di bawah koordinasi Menko Perekonomian Hatta Rajasa dengan Ketua Harian Menteri PU Djoko Kirmanto dan Wakil Ketua Harian Menteri Perhubungan Freddy Numberi. Hermanto mengatakan, perencanaan JSS harus matang. Meski terkesan lambat, saat ini proses feasibility study (studi kelayakan) terus dilakukan. ’’Progresnya ya masih seperti ini,” katanya.

Terkait potensi terjadinya gempa di daerah tersebut, Hermanto menyatakan bahwa hal itu bisa diatasi dengan teknologi. Dia menunjuk peristiwa gempa yang mengakibatkan Jembatan Shikoku, Jepang, bergeser hampir 1 meter, namun tetap aman karena memang dimungkinkan secara teknis. Menurut dia, pembangunan jembatan itu tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa. ’’Harus menunggu tim studi dulu. Paling lambat 2014 mulai, mungkin lima tahun pembangunan fisiknya selesai. Jadi, total sekitar 10 tahun,” tuturnya.

Namun, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Deddy Supriadi Priatna mengatakan, pihaknya berharap agar pembangunan JSS bisa dipercepat. Sebab, jembatan itu diperlukan banyak pihak. Pembangunan jembatan tersebut diperkirakan memakan waktu lima tahunan. ’’Targetnya, paling tidak pembangunan fisik bisa dimulai pertengahan 2012 dengan melibatkan public private partnership (investor swasta, Red),” ungkapnya.

Ide menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera itu sebenarnya muncul sudah lama, sekitar 1960-an. Serangkaian seminar dan studi-studi awal juga telah dilakukan Departemen PU, BPPT, JICA, PT Wiratman, Terowongan Nusantara, ITB, termasuk MOU dengan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada 2002 untuk melakukan kajian key-technology.

Sayang, semangat itu menghilang sejak terjadinya krisis ekonomi pada 1998. Banyak proyek pemerintah yang terpaksa dibatalkan. Namun, sejak ekonomi menggeliat kembali, banyak investor yang tertarik rencana itu. Di antaranya, PT Jembatan Selat Sunda pada 2000, Nils D. Olsson tahun 2006, dan yang terakhir PT Bangungraha Sejahtera Mulia (BSM) yang telah menyerahkan hasil prastudi kelayakan kepada pemerintah.
Direktur Bina Teknik Kementerian PU Danis Sumadilaga mengungkapkan, membangun jembatan dengan bentang antartiang 2,9 kilometer merupakan tantangan berat bagi dunia konstruksi. ’’Sebenarnya sudah ada pembangunan bentang jembatan sepanjang 2,5 km yang tengah dilakukan, yaitu Jembatan Messina di Italia. Tetapi, jembatan itu belum jadi,” ucapnya.

Jembatan Messina merupakan jembatan gantung (suspension bridge) melintasi Selat Messina yang menghubungkan antara ujung timur Sisilia dan ujung selatan daratan Italia. Menurut Danis, hingga kini teknologi konstruksi bentang jembatan terpanjang di dunia, 2 kilometer, adalah Jembatan Akashi Kaikyo di Kobe, Jepang. Jembatan itu melintasi Selat Akashi yang menghubungkan Kobe dengan Pulau Awaji.

Tantangan lain pembangunan jembatan sepanjang 31 kilometer tersebut, menurut Danis, adalah tinggi permukaan air laut hingga ke dasar laut yang mencapai 100 meter. Hal itu menjadi permasalahan tersendiri karena tinggi dasar laut ke permukaan di Selat Madura hanya 20-30 meter. ’’Dengan memperhitungkan pemancangan tiang hingga lapisan tanah keras di dasar laut, diperlukan tiang panjang kira-kira 200 meter,” ungkapnya.

Selain itu, karena Selat Sunda yang merupakan jalur perlintasan yang ramai akan kapal-kapal laut besar, tinggi jembatan harus mencapai 65 meter. Ketinggian tersebut dua kali lipat daripada ketinggian Jembatan Suramadu yang hanya sekitar 30 meter. Meski memiliki tantangan teknologi konstruksi yang cukup tinggi, Danis menilai, pembangunan JSS tetap mungkin dilakukan. ’’Persiapannya harus panjang,” ujarnya.

Danis mencontohkan, pembangunan Jembatan Suramadu sepanjang 5,4 km memerlukan persiapan yang panjang. Jembatan Suramadu digagas sejak 1960-an oleh Prof. Sedyatmo dan baru selesai dibangun pada Juni 2009. Di luar aspek teknologi konstruksi, pembangunan JSS membutuhkan dana yang sangat besar. ’’Berkisar Rp90 triliun–Rp100 triliun lah,” jelasnya

Data Teknik Pembangunan Jembatan Selat Sunda

Teknologi terapan Delta Qualstone S.K.125 telah memiliki sertifikat Hak Paten di Indonesia dan telah diuji di Balai Besar Pengujian Barang dan Bahan Teknik (B4T) Bandung, terdaftar pada Business Technology Center - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BTC-BPPT), serta Teknologi Delta Qualstone SK 125 ini memberikan toleransi terhadap gempa hingga 9 skala richter Selengkapnya Baca Data Teknik Pembangunan Jembatan Selat Sunda