Supardi Si Buta Tukang Panjat Kelapa Panggilan

Supardi Si Buta Tukang Panjat Kelapa Panggilan, Hidup dalam balutan kemiskinan ekonomi dan pendidikan tidak membuat Supardi minder. Ia adalah penyandang cacat tunanetra di Desa Tondopata, Kecamatan Tapango, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, yang mampu mengerjakan kegiatan layaknya kebanyakan orang normal.

Sejak kecil Supardi tidak dapat melihat, namun semangat yang dimilikinya membuat dirinya gigih menghadapi kenyataan hidup. Demi membiayai kebutuhan keluarga, ia bekerja sebagai pembuat gula aren dan tukang panjat kelapa panggilan. Cuaca yang panas dan menyengat kulit tak membuatnya berkeluh kesah.

Pria berusia 38 tahun ini mengaku sudah puluhan tahun menggeluti rutinitas yang menjadi sumber penghasilannya itu. Sejak pagi, bapak dua anak ini mengumpulkan air nira dari setiap pohon enau yang jaraknya cukup berjauhan. Ia hanya mengandalkan ketajaman instingnya.

Supardi bercerita, hanya dengan tangga sederhana yang terbuat dari sebatang bambu, dirinya mampu menghasilkan hingga 1,5 liter air nira. Itu dikumpulkannya selama 12 jam. Pohon nira itu dipanennya dua kali sehari, pagi dan petang. Selanjutnya air akan diolah selama empat jam lebih sehingga menjadi gula.

Gula yang sudah matang itulah yang kemudian dicetak dalam tempurung kelapa, sebelum dijual ke tetangga atau pedagang di pasar Mapili dan Wonomulyo. Setiap harinya, Supardi mampu menjual hingga 10 bungkus gula seharga Rp 5.000 per bungkus.

Harga gula tidak pernah membaik. Jumlah pohon enau terus menyusut akibat pembabatan lahan dan alih fungsi hutan menjadi areal perkebunan. Akses jalan dari desa ke kota masih terisolasi. Infrastruktur desa seperti listrik dan jaringan komunikasi sangat terbatas. Tapi, kegigihan seorang tunanetra mampu mematahkan alasan seseorang untuk tidak berusaha melakukan yang terbaik dalam hidupnya.