Analisa Peningkatan Keamanan, Ketertiban, Dan Penanggulangan Kriminalitas

ANALISA PENINGKATAN KEAMANAN,KETERTIBAN,
DAN PENANGGULANGAN KRIMINALITAS
Upaya penanggulangan gangguan keamanan, ketertiban, dan tindak kriminalitas telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan walaupun masih ditemukan gangguan keamanan dan hambatan yang dapat mengganggu suasana yang sudah kondusif tersebut. Upaya pemberantasan perjudian, penanganan pembalakan liar (illegal logging) dan pencurian ikan (illegal fishing), serta penanganan penyalahgunaan narkoba yang relatif intensif pada akhir-akhir ini telah menunjukkan hasil yang signifikan. Langkah Pemerintah tersebut akan terus dilakukan secara konsisten dan seyogyanya didukung penuh oleh seluruh lapisan masyarakat agar kondisi aman dan tertib dapat semakin diwujudkan. Selain itu, pemberantasan perjudian yang konsisten juga akan membangkitkan semangat warga untuk bekerja keras dan tidak terbuai oleh harapan kosong keuntungan berlipat.


Faktor kompleksitas kepentingan sosial politik, ketidakadilan, kesenjangan kesejahteraan ekonomi, dan provokasi yang mengeksploitasi perbedaan etnis, agama dan golongan merupakan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban terutama konflik berdimensi kekerasan di beberapa daerah. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung di beberapa wilayah yang tidak disertai dengan kepatuhan terhadap hukum dan kematangan elite politik masyarakat daerah telah menyebabkan berbagai kerusuhan sosial dan konflik horizontal.

Selain itu, sebagai konsekuensi letak geografis yang strategis pada persimpangan dua benua dan dua samudra, Indonesia secara langsung dan tidak langsung juga menjadi lokasi tindak kejahatan transnasional seperti penyalahgunaan narkoba. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan makin meningkatnya globalisasi juga menyebabkan kejahatan transnasional semakin kompleks dan makin tinggi intensitasnya serta dapat dikendalikan dari wilayah di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sementara itu, masih rendahnya kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum juga menyebabkan kepatuhan masyarakat terhadap hukum pada setiap kejadian tindak pidana masih rendah, bahkan kecenderungan main hakim sendiri masih tinggi.

I. Permasalahan yang Dihadapi

Semakin meningkatnya kekhawatiran dan keresahan masyarakat terhadap semakin merebaknya tindak kriminal sebagai akibat penyalahgunaan narkoba merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan. Pada umumnya pengguna narkoba merupakan golongan pemuda baik yang masih duduk di bangku sekolah dan perguruan tinggi, sedangkan pengedarnya adalah orang-orang yang memiliki jaringan yang kuat dengan bandar narkoba.

Kesigapan aparat keamanan dalam mendeteksi dan mengatasi gejala awal telah mampu meredam potensi konflik menjadi tidak muncul ke permukaan. Makin meningkatnya toleransi masyarakat terhadap keberagaman dan makin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya rasa aman dalam beraktivitas menjadikan upaya adu domba SARA antarkelompok masyarakat dapat dihindari. Namun, hal tersebut perlu terus diamati karena sewaktu-waktu dapat muncul kembali dengan adanya gesekan-gesekan dari oknum yang tidak bertanggung jawab.

Sampai saat ini, pembangunan kelautan dan perikanan telah memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi perekonomian nasional dan peningkatan penerimaan negara. Namun, pelaksanaannya masih dihadapkan pada berbagai kendala yang harus segera mendapatkan penanganan tersendiri. Berbagai masalah tersebut, antara lain, masih maraknya praktik pencurian ikan (illegal fishing), terjadinya pencemaran laut, lemahnya penegakan hukum, rendahnya kesadaran bangsa akan arti pentingnya dan nilai strategis sumber daya kelautan, dan belum optimalnya pengelolaan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil, terutama yang berada di wilayah terluar/terdepan.

Jika tidak mendapat perhatian yang cukup, masalah ini dapat menjadi salah satu pemicu ketidakstabilan, keamanan, dan rawan gangguan terhadap faktor-faktor pengaruh negatif dari negara tetangga. Untuk itu, Pemerintah telah mengambil langkah-langkah penanganan masalah yang intensif mengenai rancangan instruksi Presiden tentang Pemberantasan dan Pencegahan Penangkapan Ikan secara Ilegal di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.

Kejahatan transnasional di bidang kehutanan terjadi dengan semakin maraknya pencurian kayu dari hutan Indonesia yang dilakukan oleh pelaku yang berasal dari negara-negara tetangga atau pelaku yang berperan aktif memfasilitasi perdagangan kayu hasil pembalakan liar (illegal logging). Hal tersebut terjadi akibat adanya kesenjangan yang besar antara permintaan dan pasokan kayu legal, yang untuk kebutuhan industri domestik saja diperkirakan mencapai 35–40 juta meter kubik per tahun. Kesenjangan tersebut dipenuhi dari pembalakan liar. Industri pengolahan kayu yang bergantung pada kayu yang ditebang secara ilegal mencapai 65 persen dari pasokan total di tahun 2000.

Pembalakan liar ditengarai sebagai ancaman yang paling serius bagi keberlanjutan fungsi hutan, baik dari aspek ekonomi, ekologis, maupun sosial. Kerugian hutan Indonesia akibat praktik pembalakan liar diperkirakan mencapai US$ 5,7 miliar atau sekitar Rp46,74 triliun per tahun, belum termasuk nilai kerugian dari aspek ekologis seperti musnahnya spesies langka serta terganggunya daerah aliran sungai yang berimbas pada kehidupan manusia dan sekitarnya yang berpotensi menimbulkan dampak bencana seperti tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan. Upaya mengatasi masalah pencurian kayu itu adalah suatu usaha yang sulit mengingat pelakunya memiliki jaringan yang sangat luas dan sulit tersentuh. Pemerintah dalam upaya mengatasi masalah tersebut dari segi yuridis telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Semangat baru yang dilandasi penegakan hukum yang tegas, diharapkan akan mampu memutus jaringan peredaran kayu ilegal baik domestik maupun antarnegara.

II. Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Langkah kebijakan yang akan ditempuh untuk meningkatkan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas adalah sebagai berikut.

1) penguatan koordinasi dan kerja sama antara kelembagaan pertahanan dan keamanan;
2) peningkatan kapasitas dan kinerja lembaga keamanan, yaitu Polri, TNI, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Intelijen Negara (BIN), Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan Koordinasi Kemanan Laut (Bakorkamla);
3) peningkatan kegiatan dan operasi bersama keamanan di laut;
4) peningkatan upaya komprehensif pengurangan pemasokan dan pengurangan permintaan narkoba;
5) peningkatan pengamanan di wilayah perbatasan;
6) pembangunan upaya pemolisian masyarakat (community policing) dan penguatan peran aktif masyarakat dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat;
7) peningkatan penegakan undang-undang dan peraturan serta mempercepat proses penindakan pelanggaran hukum.

Dalam kurun waktu sepuluh bulan terakhir hasil-hasil penting yang telah berhasil dicapai, antara lain, adalah sebagai berikut.

1) Pengembangan jaringan telah dilakukan pada Pos Intelijen Wilayah pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan pada Pos Intelijen Wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota. Selain itu, peningkatan kerja sama internasional di bidang intelijen yang handal telah dilaksanakan melalui koordinasi seluruh badan-badan intelijen pusat dan daerah di seluruh wilayah NKRI serta kerja sama institusi intelijen negara-negara ASEAN dengan pertukaran informasi intelijen.

2) Sebagai langkah pemantapan hasil penelitian dan pengembangan materiel persandian, telah diciptakan prototipe sistem sandi dan peralatan sandi yang memberikan jaminan keamanan bagi terselenggaranya jaring komunikasi sandi di seluruh instansi pemerintah. Hal ini didukung dengan pengadaan alat laboratorium, perekayasaan perangkat lunak persandian, perekayasaan peralatan sandi, penelitian penguasaan teknologi, dan penelitian peralatan sandi.

3) Untuk mengatasi kapasitas pendidikan Polri yang terbatas, telah dibangun lima Sekolah Polisi Negara (SPN) dalam tahun 2004 yang terletak di Lombok, Kendari, Bandarlampung, Jambi, dan Palu. Tahun 2005 dibangun satu SPN di Bengkulu, sehingga saat ini di setiap Polda telah terbentuk SPN kecuali di Kalimantan Tengah, Yogyakarta dan Kepulauan Riau. Demikian juga halnya dengan pola pendidikan, telah dilakukan penyesuaian dengan pola 5 bulan pembelajaran di kelas, 5 bulan magang/pelatihan kerja di lapangan dan 1 bulan pembulatan. Setiap tahun dilaksanakan dua gelombang pendidikan pembentukan bintara, sehingga jumlah personel Polri yang pada awal tahun 2002 sebesar 251.564 personnel, pada saat ini telah mencapai jumlah 305.456 personel.

4) Selanjutnya, guna mendukung kendali operasional telah dibangun sistem operasional yang menjadikan jaringan dasing (on-line) di seluruh jajaran dengan Markas Besar. Hal tersebut juga didukung pembangunan manajemen informasi sistem yang memungkinkan penyampaian data secara waktu nyata (real time). Seluruh jaringan dapat dikendalikan dari satu ruangan kendali pusat krisis (crisis centre) di Markas Besar dan terhubung keseluruh Polda secara dasing (on-line), bahkan dapat terhubung dengan tempat kejadian perkara dengan sistem komunikasi bergerak.

5) Dalam rangka pemulihan keamanan, khususnya dalam menghadapi konflik yang terjadi di beberapa wilayah, antara lain, NAD, Papua, Maluku, dan Sulawesi (Poso, Morowali, Mamasa, dan Tentena), telah dilaksanakan operasi penegakan hukum dan operasi terpadu antara Polri, TNI dan pemerintah daerah.

Sementara itu, dalam menyelesaikan konflik vertikal di Provinsi NAD, Polri telah menggelar operasi penegakan hukum yang merupakan bagian dari lima program operasi terpadu. Berhasilnya penyelenggaraan Pemilu 2004 di Provinsi NAD merupakan suatu indikator bagi pemulihan keamanan di wilayah tersebut. Meskipun masih terjadi kerawanan yang bersifat fluktuatif, secara umum konflik yang terjadi di Poso dan Maluku telah dapat dipulihkan dari darurat sipil ke tertib sipil yang didukung oleh segenap unsur aparatur negara dan masyarakat yang telah mampu memelihara dinamika situasi.

6) Telah terjalin kerja sama internasional dalam rangka menjawab tantangan global dan semua bentuk gangguan keamanan yang tidak lagi mengenal batas negara (borderless crime), kerja sama internasional merupakan jawaban bagi seluruh penegak hukum di dunia untuk bangkit memerangi kejahatan yang bersifat trans nasional.

Kerja sama internasional teknis profesional penanggulangan kejahatan juga telah dilakukan dengan Jerman (GSG), Jepang (JICA), dan Amerika Serikat (ICITAP, ATA, DEA). Selanjutnya, dalam rangka memberikan perlindungan bagi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri, maka telah ditempatkan perwira penghubung (LO/SLO) di berbagai negara, antara lain, Arab Saudi, Malaysia, Thailand, Filipina, Timor Leste, dan Australia.

7) Dalam rangka kerja sama pendidikan, telah dikirim sebanyak 1.082 personel Polri untuk menempuh pendidikan di mancanegara serta kerja sama dengan negara-negara donor (partnership) dan kerja sama operasional, terutama dengan negara-negara yang berbatasan langsung, khususnya Malaysia, Filipina, Timor Leste, Australia dan Selandia Baru.

8) Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, kejahatan transnasional berupa tindak pidana pencucian uang telah ditangani sebanyak 133 kasus, yakni 47 kasus di antaranya telah selesai dilakukan penyidikan dan sebanyak 18 kasus telah divonis. Kasus-kasus menonjol pembobolan Bank BNI serta kasus terorisme seperti kasus bom Bali, J.W. Marriot, Kuningan, rumah Dubes Filipina, Bandara Soekarno Hatta, Gedung DPR-MPR, Ambon, dan Tentena sudah ditangani secara khusus dan para tersangka yang terlibat sebagian besar sudah berhasil diajukan ke pengadilan, termasuk pengungkapan jaringannya. Dalam tahun 2004 telah terjadi tujuh kasus bom dan saat ini sedang diungkapkan dengan kemajuan yang menggembirakan.

9) Kejahatan terhadap kekayaan negara, khususnya pembalakan liar pada tahun 2004 tercatat 896 kasus dengan tersangka 1.885 orang, barang bukti sebanyak 223.385,51 m3 kayu dan alat yang digunakan berupa 109 kapal, 320 truk, serta 258 alat berat dan ringan berupa trailer, dan lain lain. Sebanyak 625 kasus telah selesai diproses dan 273 kasus dalam proses penyidikan. Pada tahun 2005 telah digelar operasi hutan lestari dengan jumlah laporan 363 kasus, tersangka 488 orang, dan kasus yang telah diselesaikan sebanyak 60 kasus. Tindak pidana korupsi yang ditangani sejak tahun 2002 sebanyak 1.009 kasus dan dapat diselesaikan sebanyak 400 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp8.576.596.837.278,00 dan yang berhasil dikembalikan sebanyak Rp161.467.153.655,00.

10) Penanganan kejahatan narkoba terdapat 8.401 kasus yang melibatkan 11.315 tersangka dan sejumlah barang bukti. Sampai dengan 10 bulan terakhir ini, BNN telah dapat membentuk Satuan Koordinasi Pelaksanaan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada tingkat kelurahan di wilayah Provinsi DKI.

11) Dalam rangka perbaikan pelayanan perizinan telah dilakukan penggantian surat izin dengan model baru sesuai dengan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dengan menyederhanakan proses perizinan yang semula 16 hari kerja menjadi 7 hari kerja, dan membuat proses perizinan menjadi satu atap, dan penggantian bentuk dan format perizinan usaha penangkapan ikan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 06 Tahun 2005.

12) Untuk penanganan pemalsuan dokumen izin usaha penangkapan ikan telah dilakukan pencabutan izin usaha penangkapan kepada 155 kapal eks-asing berbendera Indonesia yang melakukan pemalsuan deletion certificate (penghapusan status bendera kapal dari negara asal ke Indonesia).
13) Dalam rangka pengembangan program vessel monitoring system (VMS), telah dilaksanakan pemasangan transmiter dengan sasaran kapal perikanan Indonesia dengan ukuran lebih besar dari 100 gros ton (GT) dan seluruh kapal perikanan asing. Sampai saat ini telah terpasang sebanyak 1.312 buah transmiter dari target sebanyak 1.500 buah.

14) Di samping itu, Pemerintah juga telah menetapkan pemberantasan pencurian kayu di hutan negara dan perdagangan kayu ilegal sebagai salah satu prioritas pembangunan di bidang kehutanan. Adapun hasil yang telah dicapai, antara lain, adalah pelatihan polisi hutan 130 orang, dan PPNS 56 orang, melaksanaan kegiatan operasi pengamanan hutan:
(1) Sandi Wanalaga I di Kalimantan Barat dengan hasil 25 kasus;
(2) operasi pengamanan hutan di TN Betung Kerihun menghasilkan tiga orang tersangka dengan barang bukti kayu tebangan 3.000 batang kayu;
(3) Operasi Hutan Lestari II di Papua yang menghasilkan 147 orang tersangka dengan barang bukti 71.408 batang kayu;
(4) Operasi Wanabahari untuk menangkap KM Caraka Jaya Niaga III-23 bermuatan 34 peti kemas kayu tanpa SKSHH serta KMV Iloeva yang bermuatan 48 peti kemas kayu; dan
(5) penangkapan KM berbendera Kroasia di Irian Jaya Barat dengan dokumen susulan dari Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Lingkungan Hidup, Kabupaten Teluk dengan jumlah kayu sebanyak 7.121,24 m3.


III. Tindak Lanjut yang Diperlukan
Dalam upaya peningkatan keamanan, ketertiban dan penyelesaian konflik, tindak lanjut yang diperlukan adalah pengembangan SDM Kepolisian, pengembangan strategi keamanan, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, dan peningkatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, serta upaya pemantapan keamanan dalam negeri.

Dalam pengembangan SDM Kepolisian, tindak lanjut yang diperlukan adalah penyusunan kurikulum pendidikan aplikatif yang diarahkan untuk membentuk anggota Polri yang profesional, memiliki kemahiran dan sikap terpuji serta memiliki kepatuhan hukum yang tinggi, melakukan pembinaan karier berdasarkan sistem berkualifikasi (merit system), dengan mempertimbangkan aspek moral dan kemampuan. Dengan demikian, akan terwujud kultur Polri yang sesuai dengan tuntutan masyarakat demokratis yang mampu melaksanakan tugas sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dengan senantiasa menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Dalam rangka pengembangan strategi keamaman, tindak lanjut yang diperlukan adalah meningkatkan upaya penanggulangan bahaya premanisme yang meresahkan masyarakat dan menimbulkan gangguan keamanan, serta pencegahan dan penindakan terhadap penyalahgunaan senjata api, serta meluasnya pemilikan senjata api tanpa izin. Seiring dengan itu, fungsi bimbingan masyarakat dilaksanakan (melekat) pada setiap anggota dan semua fungsi Kepolisian di samping tugas pokok masing-masing.

Dalam hal pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, tindak lanjut yang diperlukan adalah pengaturan kekuatan yang ada di setiap satuan (Polda, Polwil/tabes, Polres/ta, Polsek) yang dua pertiga kekuatan merupakan kekuatan Polisi berseragam, membuka akses (memberikan) pelayanan/pelaporan kepada masyarakat seluas-luasnya serta meningkatkan kecepatan bergerak (tanggapan/aksi), dan pelayanan kepada masyarakat yang berorientasi kepada kepuasan masyarakat dengan kriteria kecepatan dan kemudahan.

Untuk menindaklanjuti pemberantasan pencurian ikan di laut, akan terus ditingkatkan pengembangan monitoring, controling and surveilance (MCS) melalui pelaksanaan operasi bersama TNI-AL dan Polri secara intensif dengan prioritas wilayah di Laut Arafuru dan Laut Cina Selatan. Bersamaan dengan peningkatan operasi, pada tahun-tahun ke depan akan dilakukan pengembangan vessel monitoring system (VMS) melalui pemasangan transmiter di kapal-kapal perikanan. Di samping itu, akan dilakukan penguatan sistem pengawasan berbasis masyarakat (siswasmas) serta pengenalan radar pantai. Langkah ini terus akan ditingkatkan agar pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dapat semakin efektif. Koordinasi dan sinkronisasi juga dilaksanakan dalam upaya pencegahan pencemaran di laut dengan cara melakukan pengamatan di lapangan, baik langsung maupun tidak langsung, yang ditindaklanjuti dengan upaya penanganannya.

Selain itu, perlu segera diselesaikan kesepakatan-kesepakatan dengan negara lain yang berbatasan wilayah lautnya dengan Indonesia agar pertahanan dan keamanan wilayah laut dapat terjaga dengan baik. Perhatian juga harus diberikan bagi pulau-pulau kecil terluar/terdepan yang berada di wilayah perbatasan.

Dalam hal pencegahan dan penanggulangan pembalakan liar, tindak lanjut yang diperlukan meliputi upaya
(1) melanjutkan operasi preventif, khususnya di Papua dan di wilayah perbatasan Kalimantan, dengan kegiatan operasi intelijen (menghimpun informasi), operasi represif (menangkap pihak yang terlibat seperti cukong, pelaku dan oknum aparat), operasi yustisi (pengaturan penanganan barang bukti), dan penanganan dampak pasca operasi (pemulihan kondisi industri perkayuan nasional), melalui pendekatan kemakmuran (prosperity approach);
(2) menata kembali tenaga polisi kehutanan serta melengkapi sarana dan prasarana pengamanan;
(3) memperkuat kerja sama antarinstansi, khususnya antara Departemen Kehutanan, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, TNI AL, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);
(4) meningkatkan pemberdayaan masyarakat pascaoperasi represif dengan menciptakan peluang kerja dan berusaha;
(5) menangkap dan memproses secara hukum pelaku pembalakan liar serta pelanggar hukum di kawasan hutan Indonesia;
(6) merevitalisasi kelembagaan polisi hutan sebagai bagian dari desentralisasi kewenangan;
(7) mempercepat penyelesaian kasus hukum pelanggaran/kejahatan hutan;
(8) melindungi dan mengamankan hutan;
(9) menegakkan undang-undang dan peraturan serta mempercepat proses penindakan pelanggaran hukum di sektor kehutanan; serta
(10) meningkatkan dan mengefektifkan kerjasama antar negara dalam mengatasi dan mencegah perdagangan hasil alam yang dilakukan secara ilegal dan merusak alam.