Hukum Menerima Uang Jasa dari Lembaga Pembiayaan

Hukum Menerima Uang Jasa dari Lembaga Pembiayaan ; Bagaimanakah hukumnya menurut Islam ditinjau dari segi kehalalannya, bekerja mendapat gaji atau mendapat semacam uang jasa atau komisi dari perusahaan atau lembaga pembiayaan/finance yang mana dalam kegiatannya semacam mencairkan sejumlah kredit/pinjaman kepada nasabah yang bermohon dengan menjaminkan dokumen (BKPB) mobil si nasabah, jika disetujui nasabah akan menerima sejumlah dana dengan nilai tertentu dan akan membayar pokok pinjaman secara angsuran dengan mengenakan bunga dan biaya lain-lain tiap bulannya selama waktu 1, 2, atau 3 tahun.

Jika menilik aktivitas bisnis perusahaan multifinance tersebut, apa yang dipraktekkan oleh perusahaan tersebut adalah bisnis yang jelas-jelas mengandung unsur riba, yaitu riba an-nasiah. Riba an-nasiah adalah mengenakan kelebihan tambahan pengembalian uang dalam prosentase tertentu, dari setiap pinjaman yang diberikan. Misalnya, meminjamkan Rp 100 ribu dalam jangka waktu 7 hari, dengan bunga 10 persen sebagai tambahan yang dibebankan pada peminjam. Kelebihan 10 persen inilah yang disebut sebagai riba an-nasiah.

Keharaman riba ini bersifat qath'i, atau mutlak, tanpa ada perbedaan penafsiran. Dalam QS 2 : 275, Allah secara tegas menyatakan mengharamkan riba dan menghalalkan jual beli. Bahkan Allah SWT dan Rasul-Nya secara eksplisit mengajak berperang kepada orang yang masih menggunakan riba/bunga dalam aktivitas perekonomiannya (QS 2 : 279). Ini menunjukkan bahwa dosa riba termasuk salah satu dosa besar dalam ajaran Islam.

Namun demikian, dalam kondisi sekarang, dimana sistem ribawi telah menjadi "ruh" perekonomian dunia, upaya untuk mengeliminasi sistem tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah. Perlu kerja keras dan kerja cerdas kita semua. Yang bisa kita lakukan adalah bagaimana semaksimal mungkin mereduksi praktek-praktek berbasis riba tersebut.