Kecerdasan Emosional Dalam Pembelajaran


A. Prolog
1. Matilda gadis berusia 14 tahun, minta ijin dari kedua orang tuanya untuk pergi ke tempat kawannya dan berencana akan menginap di sana. Setelah Matilda pergi ayahnya Bobby dan ibunya pergi belanja ke toko. Oleh karena sesuatu hal Matilda tidak jadi menginap. Melihat kedua orang tuanya tidak ada di rumah timbul niatnya menggoda mereka saat mereka pulang. Bobby dan istrinya pulang agak malam. Matilda mendengar kedua orang tuanya sudah pulang lalu ia masuk ke dalam lemari di kamarnya. Bobby dan istrinya masuk ke rumah seraya mendengar ada suara berisik di kamar Matilda. Ia lalu mengambil pistol dan memasuki kamar Matilda perlahan-lahan. Matilda tiba-tiba melompat memeluk ayahnya. Pistol di tangan sang ayah memuntahkan peluru, sebelum menyadari siapa orang yang dihadapannya. Tidak dapat dibayangkan kesedihan keluarga Bobby melihat putri kesayangan satu-satunya meninggal dengan tragis di tangan ayahnya sendiri (Goleman, 1997, h. 5).


2. Rudy, seorang mahasiswa termasuk kategori pintar, telah menyelesaikan seluruh mata kuliah dengan IP kumulatif 3,60. Rudy tingggal menyelesaikan skripsi. Suatu ketika ia berjanji dengan pak Dono dosen pembimbingnya untuk mengadakan konsultasi. Oleh karena sesuatu hal Rudy terlambat setengah jam dari waktu yang telah disepakati. Pak Dono mengatakan konsultasi ditunda, karena Rudy terlambat datang. Rudy mengemukakan alasan keterlambatannya dengan menunjukkan tangannya yang kotor ketika memperbaiki sepeda motornya yang mogok di tengah perjalanan. Pak Dono tidak menghiraukan. Rudy berulangkali mengajukan permohonan agar dimaafkan, namun pak Dono tetap menolak. Rudy kesal dan jengkel, kemudian mengatakan; kepada setanpun dapat minta tolong. Mendengar ucapan Rudy, pak Donopun menunjukkan kemarahannya ………. Rudy akhirnya gagal.

Kasus-kasus tersebut adalah gejala yang menunjukkan tingkat KE (kecerdasan emosional) yang sangat rendah, baik pada ayah Matilda maupun Rudy. Banyak kasus yang menunjukkan gejala yang sama. Bahkan dalam kadar yang lebih ringan mungkin dialami oleh kebanyakan manusia, terutama di era globalisasi dan era informasi ini. Banyak orang yang tidak mampu merasakan perasaan orang lain. Banyak orang marah tanpa terkendali dan tidak sadar bahwa ia sedang marah. Tidak peduli atas penderitaan orang lain. Tidak memiliki kemampuan mengendalikan rasa takut, rasa khawatir sampai sukar sekali untuk tidur. Cenderung berpandangan pesimis, bahkan cenderung sangat egois.

B. Modernisasi Dalam Kehidupan Manusia
1. Modernisasi adalah akselerasi perubahan. Umumnya orang beranggapan bahwa jika seseorang memiliki KI (kecerdasan intelektual) yang tinggi maka yang bersangkutan akan lebih sukses dalam karier atau kehidupannya di tengah modernisasi tersebut.
2. Kehidupan industri modern telah menghadirkan banyak tantangan emosi yang tidak dapat diantisipasi. Michael Norden menggemukakan argumen menarik untuk meningkatkan kita bahwa zaman modern telah mengorbankan sisi emosi kita sedimikian rupa sehingga merusak arah perkembangan yang semestinya. Tekanan-tekanan kumulatif dari kehidupan modern ini telah mendatangkan bencana-bencana berupa depresi, kecemasan dan susah tidur.

3. Martin Seligman menyajikan laporan tentang terjadinya epidemi depresi yang telah meningkat hampir sepuluh kali lipat di antara anak-anak dan remaja Amerika dalam lima puluh tahun terakhir ini.

4. Kita telah membayar sangat mahal – tidak hanya dalam organisasi kita, tetapi juga dalam kehidupan kita – karena berusaha memisahkan emosi dan intelek. Bukan hanya kita tahu secara intuisi bahwa itu tidak benar, ilmu pengetahuan juga membuktikan setiap hari bahwa KE, bukan IQ atau kekuatan otak semata-mata, yang merupakan pendukung banyak dari keputusan yang paling baik, organisasi yang paling dinamis dan menguntungkan dan kehidupan yang sukses dan memuaskan.

5. Keberhasilan antar pribadi yang berasal dari kecerdasan emosional akan menjadi salah satu ketrampilan paling penting abad ke 21. Pemenang dalam abad 21 adalah orang yang dapat menyeimbangkan KE dan KI Demikian menurut Patton.

6. Masalah umum menurut Patton
• Orang tidak merasa senang terhadap dirinya atau tempat bekerja
• Orang tidak bertanggungjawab secara pribadi atas apa yang ia kerjakan
• Orang mengalami masalah kesehatan karena ketidakmampuan mereka menyesuaikan diri dengan yang dibutuhkan di tempat kerja
• Orang merasa tertekan dan kurang berminat pada pekerjaan
• Orang kehilangan gairah, semangat dan motivasi diri
• Pegawai tertentu mengakibatkan suasana tidak menyenangkan kepada kawan kerjanya akibat prilaku dan sikapnya
• Para manajer memberi umpan balik yang tidak efektif kepada pegawai
• Para manajer merasa sukar membentuk kelompok yang sinergis
• Pelanggan tidak merasa puas dengan pelayanan dan berusaha mencari yang lain
• Keluarga menderita akibat tekanan lingkungan
• Perusahaan merasakan masalah ketahanan dan moral para pegawai
• Perusahaan menghadapi menghadapi masalah produktivitas

Dari beberapa masalah yang disebutkan itu, barangkali sangat terasa juga di beberapa PT (Perguruan Tinggi). Dosen maupun staf administrasi dapat merasakan kondisi yang sama walaupun PT merupakan lembaga akademis yang ilmiah. Jika masalah itu ada, tentu dibutuhkan kaji ulang untuk menemukan paradigma efektif memperbaiki masalah yang tengah dihadapi itu. Pengembangan KE di kalangan dosen maupun pajabat struktural termasuk staf pelaksana administrasi merupakan paradigma utama agar masalah dimaksud dapat teratasi.

C. Konsep Kecerdasan Emosional
1. KE (kecerdasan emosional) adalah kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, dan bertahan menghadapi frustrasi, menghadapi dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan , mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdoa. (Goleman, 1997 h. 45). KE ini dikategorikan dalam lima wilayah:

a. Mengenali emosi diri yakni kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Seorang Samurai di Jepang menantang seorang pendeta untuk menjelaskan konsep surga dan neraka. Tetapi pendeta itu menjawab dengan mengejek; Kau hanyalah orang bodoh, saya tidak mau menyia-nyiakan waktu untuk orang seperti kamu. Merasa dihina, samurai itu naik darah, lalu menghunus pedangnya, kemudian berteriak; Saya dapat membunuhmu sekarang juga. Lalu pendeta itu menjawab; Itulah neraka. Samurai itu takjub mendengarnya, lalu menjadi tenang dan menyarungkan pedangnya sambil mengucapkan terima kasih kepada pendeta itu atas penjelasannya. Kemudian sang pendeta berkata; Itulah surga. Kesadaran medadak si Samurai tentang amarahnya sendiri menggambarkan pengenalan perasaannya sendiri. Ajaran Socrates mengatakan bahwa; Kenalilah dirimu sendiri menunjukkan inti KE di mana terjadi kesadaran akan perasaan diri sendiri sewaktu perasaan itu timbul.

b. Mengelola suasana hati yakni menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dan terkendali. Mengelola suasana hati bertujuan untuk menjaga keseimbangan emosi, bukan menekan emosi. Kehidupan tanpa nafsu bagaikan padang pasir netralitas yang datar dan membosankan, terputus dan terkucil dari kesegaran itu sendiri. Emosi harus wajar, keselarasan antara perasaan dengan lingkungan. Apabila emosi terlalu ditekan, terciptalah kebosanan. Bila emosi tidak dikendalikan, terlalu ekstrim dan terus menerus, emosi akan menjadi sumber penyakit seperti depresi berat, cemas berlebihan, amarah yang meluap-luap, serta gangguan emosional yang berlebihan (mania).

c. Memotivasi diri sendiri yakni menata emosi dalam bentuk kendali emosi, menahan diri terhadap kepuasan, mengendalikan dorongan hati. Gangguan emosional dapat mempengaruhi kehidupan mental. Rasa cemas, marah atau depresi mengakibatkan kesulitan dalam berkreasi. Emosi negatif dapat membelokkan perhatian agar selalu tertuju kepada emosi itu sendiri, menghalangi usaha memusatkan perhatian kepada hal-hal yang lain. Sesungguhnya, salah satu pertanda bahwa perasaan telah keluar jalur dan mengarah menjadi penyaki. Bila perasaan begitu kuatnya sehingga mengalahkan pikiran-pikiran lain terus menerus menyabot upaya-upaya memusatkan perhatian pada hal-hal yang sedang dihadapi. Motivasi didukung oleh kondisi perasaan antusiasme, gairah dan keyakinan diri dalam mencapai prestasi dalam bekerja kondisi flow menjadi sesuatu yang menakjubkan.

d. Mengenali emosi orang lain yakni berempati. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri. Semakin terbuka kita kepada emosi diri sendiri, semakin trampil kita membaca perasaan orang lain. Kemampuan berempati yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain. Ketiadaan empati dapat terlihat pada psikopat kriminal, pemerkosaan dll. Biasanya emosi jarang diungkapkan dengan kata-kata, lebih sering dengan isyarat. Kunci memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal; nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah dan sebagainya. 90 persen atau lebih pesan emosional bersifat nonverbal.

e. Membina hubungan yakni menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Membina hubungan memerlukan ketrampilan sosial yang berlandaskan kemampuan mengelola suasana hati dan empati. Dengan landasan ini, ketrampilan berhubungan dengan orang lain akan matang. Ini merupakan kecakapan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan. Jika kecakapan ini tidak dimiliki akan berakibat pada ketidakcakapan dalam dunia sosial atau berulangnya bencana antar pribadi. Sesungguhnya, karena tidak dimilikinya ketrampilan ini menyebabkan orang-orang yang otaknya encer, sering gagal membina hubungan karena penampilan angkuh, mengganggu atau tak berperasaan. Kemampuan ini memungkinkan seseorang membentuk hubungan untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan, meyakinkan dan mempengaruhi serta membuat orang-orang lain merasa nyaman.

2. Ciri-ciri pria dan wanita dipandang dari KI dan KE

a. Pria KE tinggi; Hubungan sosial mantap dan kaya, tidak mudah gelisah – khawatir, partisipatif, bertanggungjawab, simpatik dan hangat, nyaman dengan; dirinya , orang lain dan lingkungan

b. Pria KI tinggi; Karikatur intelektual, canggung dalam dunia pribadi, penuh ambisi dan produktif, tekun, kemampuan dan minat intelektual luas, tidak merisaukan urusan pribadi, sikap kritis dan meremehkan, kurang ekspresif dan menjaga jarak, membosankan dan dingin.

c. Wanita KI tinggi; Keyakinan dan minat intelektual tinggi, lancar mengungkapkan gagasan, menghargai masalah intelektual, minat estetika luas, cenderung; mawas diri, mudah cemas, gelisah dan merasa bersalah, ragu-ragu mengungkapkan kemarahan

d. Wanita KE tinggi; Sikap tegas, mengungkapkan perasaan secara langsung, memandang dirinya positif, kehidupan memberi makna, mudah bergaul, ramah, tidak meledak-ledak, menyesuaikan diri dengan beban stres. mudah menerima orang baru, nyaman dengan dirinya, ceria, spontan dan terbuka.

3. Peter Solovely dan John Mayer menerangkan kualitas emosional dilihat dari; empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat.

4. Cooper mengemukakan bahwa KE adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan informasi, koneksi dan pengaruh manusiawi (Cooper, 1998 h. xv). Ia membahas KE dari empat batu penjuru:

a. Kesadaran emosi yakni kesadaran yang berasal dari hati manusia yang merupakan sumber energi yang menjadikan kita nyata dan yang memotivasi kita untuk mengenali dan mengejar potensi serta tujuan hidup kita yang unik. Kesadaran emosi ini meliputi; kejujuran emosi, energi emosi, umpan balik emosi dan intuisi praktis.

b. Kebugaran emosi yakni kebugaran yang membangun sifat-sifat yang berhubungan dengan hati. Ini meliputi; penampilan autentik, radius kepercayaan, ketidakpuasan konstruktif, dan ketangguhan dan pembaruan.

c. Kedalaman emosi. Apabila anda hidup dari kedalaman hati, anda akan berhati-hati dalam berbicara, mendengarkan suara hati dan tidak ragu dalam bersikap. Kata-kata anda akan menyuarakan kebenaran dan didengarkan. Emerson mengatakan watak lebih tinggi daripada intelektual. Kedalaman emosi ini meliputi; potensi unik dan panggilan hidup, komitmen, integritas terapan dan pengaruh tanpa otoritas.

d. Alkimia emosi adalah daya atau proses yang mengubah emosi, yang semula dianggap tidak berharga menjadi sesuatu yang lebih berharga. Alkimia emosi ini meliputi; aliran intuitif, alih waktu reflektif, penginderaan peluang dan menciptakan masa depan.

D. Aplikasi KE Dalam Pembelajaran

Pembelajaran di PT melibatkan sejumlah komponen, komponen manusia, prosedur atau sistem, peralatan, materi dan komponen lingkungan. Komponen manusia antaralain terdiri dari dosen, mahasiswa termasuk juka pelaksana administrasi. Mengefektifkan faktor manusia dalam mengintegrasikan seluruh komponen pembelajaran, dibutuhkan kondisi KE yang baik. Dosen, mahasiswa dan pelaksana administrasi menjalankan tugasnya atas tuntutan KE di samping KI. Bagaimana menciptakan pertumbuhan KE sangat tergantung dari upaya dosen menerapkan prinsip-prinsip KE dalam interaksinya dengan mahasiswa. Begitu pula para pelaksana administrasi dalam memberikan pelayanan untuk mendukung proses pembelajaran bermutu. Pelayanan yang bermutu adalah pelayanan yang dikemas dengan nuansa KE. Dosen, mahasiswa maupun pelaksana administrasi. Misalnya, apakah masing-masing (dosen, mahasiswa dan staf pelaksana administrasi) yang terlibat dalam proses pembelajaran menyadari perasaan yang sedang dialaminya saat proses itu terjadi? Apakah dia sedang jengkel, marah, sedih, takut dan lain sebagainya itu? Apakah saat pembelajaran itu mereka memiliki kemampuan mengelola emosinya? Apakah mereka mampu memotivasi diri mereka sendiri? Apakah mereka masing-masing dapat memahami dan berusaha memahami perasaan satu sama lain? Apakah dalam suasana itu masing-masing mampu membina hubungan yang baik? Kemampuan untuk melakukan itu semua, tergantung pada kualitas KE mereka sendiri.

1. John F. Kennedy dikenal sebagai negarawan yang memimpin Amerika dengan hatinya ketimbang dengan kepalanya (Shapiro, 1997 h. 9).
2. Henry mengatakan bahwa kalau kita dapat menguak rahasia dan riwayat musuh kita, kita akan menemukan pada setiap orang kesedihan dan penderitaan yang cukup untuk menghapuskan seluruh rasa permusuhan (Cooper, 1998 h. 134).
3. Mr Goh Chok Tong (Perdana Menteri Singapura) mengatakan bahwa: Karakter menentukan apakah seseorang dapat berhasil dalam hidup atau tidak. IQ saja tidaklah cukup, kepemimpinan bukan yang utama selain sebagai seni membujuk orang untuk bekerja mencapai suatu tujuan bersama. Ini semua membutuhkan ketrampilan antar pribadi (interpersonal) dan kecerdasan sosial yang tinggi (Patton, 1998 h. 15).
4. Pikiran adalah sebuah alat yang kuat. Kalau pikiran mengendalikan anda, anda tidak akan menang. Tetapi kalau anda mengendalikan pikiran, anda akan menang Norman Vincent Peale, 1997 h. 9)
3. Daniel Goleman mengatakan bahwa para ahli psikologi sepakat bahwa IQ hanya menyumbangkan sekitar 20 persen faktor-faktor yang menentukan suatu keberhasilan. 80 persen sisanya berasal dari faktor lain, termasuk apa yang disebutnya kecerdasan emosional (Goleman, 1997 h. 44).

4. Kecemasan merontokkan watak. Semakin cemas semakin buruk kinerja akademik seseorang (Dari 126 studi kepada 36000 orang). Perlu diadakan relaksasi – pemulihan.

5. Bekerja dalam suasana flow memberi peluang mencerdaskan emosi sekaligus meningkatkan motivasi kerja. MPT (Mahasiswa Prestasi Tinggi) 40 persen mengalaminya sedang MPR (Mahasiswa Prestasi Rendah) hanya 16 persen dari jam-jam belajar mereka (Goleman, 1997 h. 132).
6. KE merupakan faktor menentukan suksesnya manajemen, terutama dalam pembuatan keputusan, kepemimpinan, terobosan teknis dan strategis, komunikasi yang terbuka dan jujur, teamwork dan hubungan saling mempercayai, kreativitas dan inovasi.

Tiga Paragdigma Pengikat dalam Pelayanan
• Bagaimana anda memandang diri sendiri. Jika kita menganggap diri kita tidak berharga atau sebaliknya dan mendasarkan citra diri pada seberapa besar materi yang kita miliki, bukannya siapa kita sebenarnya, maka sikap ini akan memunculkan perasaan-perasaan negatif pada diri sendiri. Kita mesti memiliki kepribadian positif.

• Bagaimana Anda Memandang Orang Lain. Ia menguasai ketrampilan dalam memahami orang dengan jalan mengamati, membaca tanda-tanda emosionalnya dan mengungkapkan dirinya sendiri dengan cara yang jujur dan hangat. Ia tidak hanya ramah dan profesional (trampil) namun juga mampu menjalin hubungan emosional dengan setiap pelanggan.

• Bagaimana Anda Memandang Pekerjaan. Ia tidak ragu-ragu bahwa pekerjaaan itu dianggap sebagai bagian dari dirinya sendiri. Ia mendapat kesenangan dari tugasnya walaupun itu hanya pekerjaan biasa saja. Bukan jenis pekerjaan yang membuat perbedaan di dalam hidup kita melainkan cara kita memandang diri sendiri sehubungan dengan pekerjaan kita.

E. Daftar Pustaka Makalah Kecerdasan Emosional Dalam Pembelajaran .



Cooper, Robert K dan Ayman Sawaf, 1998, Executive EQ; Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan dan Organisasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Edisi Pertama.

Goleman, Daniel. 1997, Emotional Intelligence, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Edisi ketiga.

Patton, Patricia, 1998, Emotional Intelligence di Tempat Kerja, Jakarta: Delapratasa, Edisi Pertama

………………, 1998, Pelayanan Sepenuh Hati; Meraih EQ untuk Pelayanan yang Memuaskan Pelanggan, Jakarta: Delapratasa, Edisi Pertama

Peale, Norman Vincent, 1997, Berfikir Positif, Jakarta: Binarupa Aksara, Edisi Pertama
Sallis, Edward., 1993, Total Quality Management in Education, London: Philadelphia, First Edition.
Shapiro, Lawrence E. 1997, Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, edisi pertama.