Asal Mula Muhammadiyah Mengeluarkan Fatwa Haram Rokok

Asal Mula Muhammadiyah Mengeluarkan Fatwa Haram Rokok, Muhammadiyah menjadi berita setelah melansir fatwa haram rokok. Penggodokan fatwa itu bermula dari ide menyelenggarakan Muktamar Muhammadiyah yang bertepatan dengan seabad Muhammadiyah pada Juli 2010, bebas dari asap rokok.

Berikut petikan wawancara Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih Prof Dr Yunahar Ilyas (guru besar Ulumul Quran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)

Fatwa rokok haram mengikat ke siapa saja? Apakah jika anggota Muhammadiyah melanggar berarti dosa?

Mengikat internal Muhammadiyah yang sepaham. Kalau di luar Muhammadiyah, itu terserah, yang setuju silakan ikut. Fatwa ini kan pendapat agama, bukan instruksi ataupun undang-undang. Kalau nanti jadi keputusan organisasi, maka akan diikuti sanksi organisasi, tapi sekarang belum.

Di Muhammadiyah, ada fatwa dan keputusan. Fatwa dikeluarkan baru satu majelis (Majelis Tarjih), tapi kalau sudah keputusan, itu sudah tidak ada tawar-menawar. Kalau ternyata di Munas, pada tidak setuju, maka baru fatwa bisa berubah.

Yang membuat keputusan itu Munas, yaitu muktamar dari Muhammadiyah tapi bidang agama. Itu keputusan tertinggi. Kalau itu mengikat, semua warga harus tunduk dengan putusan Muhammadiyah, termasuk pimpinan pusat.

Munas terdekat tanggal 1-4 april 2010 di Malang. Tapi fatwa rokok belum jadi agenda untuk Munas kali ini.

Mengapa tidak dijadikan agenda Munas?

Karena jarak fatwa keluar dan sosialisasi terlalu dekat. 5 Tahun akan sosialisasi ke daerah-daerah dulu. Fatwa akan dikirim ke daerah dan dipelajari, mungkin di muktamar berikutnya baru dibahas.

Masyarakat banyak yang berpendapat bahwa pembuat fatwa rokok juga sebenarnya merokok, bagaimana?

Saya sudah sejak lama tidak merokok. Yaitu sejak lahir saya tidak merokok. Dalam majelis kemarin juga tidak ada yang merokok. Waktu itu, kita aklamasi dan tidak ada satu pun yang berbeda pendapat (semua setuju rokok haram).

Apakah di Muhammadiyah tidak ada yang merokok?

Secara kultural, kami terkenal tidak merokok, 95% tidak merokok. Kalau di pimpinan pusat, paling hanya 1-2 orang saja. Kalau keliling-keliling (ke daerah), untuk tingkat pimpinannya paling hanya sekitar 10-20%. Sementara di pimpinan pusat hanya 5%.

Apakah jika fatwa haram menjadi keputusan, Muhammadiyah juga akan mensyaratkan orang yang ingin bergabung harus tidak merokok?

Tidak. Muhammadiyah itu kan organisasi dakwah. Jadi prinsip kami, orang masuk dulu, baru kemudian di Muhammadiyah dididik untuk tidak merokok. Karena kita bukan organisasi kader. Orang yang nggak salat saja boleh masuk ke Muhammadiyah.

Berapa banyak anggota Muhammadiyah? Adakah berpengaruh pada industri rokok jika seluruh anggota Muhammadiyah tidak merokok?

Kami belum pernah melakukan sensus jumlah anggota. Tapi kalau kata pengamat, anggota Muhammadiyah sekitar 30 juta.

Sementara produksi rokok Indonesia 247 miliar batang per tahun. Jadi kalau warga Muhammadiyah patuh tidak akan merokok, maka mungkin akan berkurang (produksi rokok) tapi tidak akan signifikan. 10% juga tidak akan sampai berkurang.

Bisa bandingkan dengan fatwa bunga haram. MUI kan memberi fatwa untuk seluruh umat muslim se-Indonesia. Hasilnya, tidak sampai 5% orang patuh. Jadi, jangan terlalu khawatir.

Bagaimana nasib orang-orang yang berhubungan dengan rokok?

Setahu saya, berdasarkan informasi dari Departemen Pertanian, tidak ada petani yang murni petani tembakau. Petani tembakau juga hanya panen 1 tahun sekali, tergantung musim. Selain itu, tumbuhan itu juga sangat rawan (potensi cepat rugi). Kalau ada alternatif mereka nggak akan tanam tembakau.

Yang berat adalah berkenaan industri rokok, karena kan yang menerima cukai pajak pemerintah, itu problem yang berat. Satu sisi ada puluhan juta orang jadi korban rokok, satu lagi ada jutaan pekerja buruh. Yang kita pilih yang lebih besar manfaatnya.

Menyangkut buruh pabrik rokok, sekarang saya belum punya solusi. Sebab jumlahnya jutaan, pemerintah juga harus memikirkannya. Muhammadiyah tidak akan sok pahlawan.

Bagaimana penerapan fatwa haram nantinya di lingkungan Muhammadiyah?

Muhammadiyah mempunyai 3 prinsip, pertama prinsip bertahap dan tidak serta merta. Misalkan ada anggota Muhammadiyah yang punya industri rokok, maka tidak berarti harus langsung tutup. Tapi disiapkan dan kalau siap baru tutup.

Lalu prinsip tidak mempersulit. Kalau ada anggota Muhammadiyah merokok dan punya tekad berhenti, akan dibantu. Ketiga, prinsip memudahkan. Kalau dia belum bisa berhenti, dan kalau berhenti akan menimbulkan mudharat yang lebih besar, maka mudharatnya itu yang dihilangkan dulu.

Bagimana dengan orang yang berjualan rokok dan juga sponsor yang diberikan perusahaan rokok? Apakah itu haram juga?

Belum, kami belum sampai sana. Fatwa bertahap baru merokok haram, orang yang jualan rokok itu belum ada fatwa.

Hanya Muhammadiyah selama ini sudah mengimbau tidak terima sponsor dari rokok, karena kalau itu (terima sponsor) berarti sama saja mengkampanyekan dia untuk merokok. Dengan sendirinya bertolak belakang.

Bagaimana dengan keluarga yang penghidupannya berasal dari industri rokok (pekerja pabrik rokok, misalnya)?

Bertahap, sehingga suatu saat nanti dia tidak lagi berhubungan dengan pabrik rokok atau kerja di sana. Dan kita nggak tahu berapa tahun atau puluhan tahun lagi. Tapi yang penting dimulai.

Setelah keluar fatwa haram, apakah Anda banyak menerima pesan bernada pro kontra?

Kalau yang mengirim SMS ke saya, kirimannya yang pro saja, yang kontra nggak ada yang kirim.

Biasanya yang kontra itu perokok sendiri atau bukan perokok, tapi dia empati dengan buruh-buruh pabrik rokok. Anehnya semuanya itu setuju kalau merokok itu berbahaya, tapi tetap mendukung. Harusnya kalau sepakat berbahaya, jangan merokok.

Ada yang usul, rokok tetap diproduksi tapi diekspor ke luar negeri. Menurut saya itu juga tidak benar. Agama itu kan menyelamatkan umat manusia, bukan
hanya masyarakat Indonesia.

Sejak kapan fatwa haram rokok digodok, sebab selama ini tidak pernah ada tanda-tandanya Muhammadiyah akan mengeluarkan fatwa haram rokok?

Fatwa keluar tanggal 8 Maret, tapi sudah dibahas sejak 4 bulanan lalu. Ada diskusi dan mengundang narasumber. Serta ada 1 kali sidang majelis.

Awalnya bermula dari panitia Muktamar Muhammadiyah (bulan Juli 2010-red) yang menginginkan muktamar bebas asap rokok. Lalu ada yang tanya, kenapa harus bebas asap rokok, bukannya rokok itu boleh (mubah)? Sehingga kita bahas kembali, dan ada informasi-informasi terbaru dan akhirnya kita sepakat. Dalam aklamasi juga tidak ada yang berbeda (semua sepakat rokok itu haram).

Jadi untuk bebas rokok ini sebenarnya sudah disiapkan untuk muktamar jauh sebelum fatwa rokok keluar. Awalnya karena alasan kesehatan dan muktamar akan digelar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang selama 4 tahun ke belakang sudah menerapkan diri sebagai kawasan bebas asap rokok.