Century Diduga Tempat Cuci Uang Dana Politik

Dana talangan (bailout) Bank Century diduga untuk menyelamatkan pencucian uang (money laundering) ongkos politik dari luar negeri.Pakar ekonomi Kwik Kian Gie mensinyalir suntikan dana itu tidak semata-mata menyelamatkan ekonomi nasional, tetapi lebih untuk menolong para deposan besar menjadi penyumbang dana kampanye."Bank Century disuntik dana tidak untuk menyelamatkan ekonomi nasional, tapi menelikung aturan yang mengatakan nasabah bank yang dijamin hanya yang Rp2 miliar saja," kata Kwik dalam Diskusi Mengungkap Kasus Bank Century di DPR, Jakarta, Kamis (19-11).

Diskusi itu dihadiri sejumlah anggota DPR, antara lain Maruarar Sirait (PDIP), Eko Patrio (PAN), pengamat ekonomi yang juga mantan anggota DPR dari FPAN Drajad Wibowo, dan sejumlah nasabah Bank Century.

Kwik menjelaskan ada aturan nasabah yang bisa dijamin hanya yang menyimpan maksimal Rp2 miliar. Karena itu, Rp6,7 triliun dikucurkan agar nasabah yang mempunyai Rp2 miliar ke atas ikut dijamin. Dengan demikian, bailout itu hanya untuk membayar para deposan besar.

Mantan Menteri Koordinator Ekonomi itu juga mempertanyakan alasan mengapa deposan besar harus dijamin. Hal itu mengingat Bank Century merupakan bank yang memiliki reputasi buruk. Jadi, tidak masuk akal sebenarnya jika deposan besar menyimpan uangnya di bank tersebut.

"Logikanya, kenapa deposan besar mau menanam uang di bank kecil dengan reputasi buruk? Mungkinkan lalu lintas uang untuk tujuan politik tertentu? Jadi hanya jadi ajang mencuci uang di
luar negeri."

Dradjad juga mengatakan Bank Indonesia (BI) diduga bakal terseret dalam kasus Bank Century. Dia sudah mengaku mengantongi hasil audit sementara Bank Century versi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dokumen, dan transkrip rapat seputar kasus tersebut. "BI menjadi titik lemah dan paling mudah jadi korban," kata dia.

Menurut politisi PAN ini, terdapat berbagai kelemahan yang dilakukan bank sentral di bidang pengawasan dan penyusunan kebijakan bank. Tanpa menyebut nama, ekonom dari Indef ini mengatakan terdapat beberapa pejabat di bawah gubernur Bank Indonesia yang bakal jadi korban.






Periksa Boediono

Dradjad yang juga mantan anggota Komisi XI DPR mengusulkan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memeriksa pihak-pihak yang ikut mengucurkan dana bailout Rp6,7 triliun ke Bank Century. Pemeriksaan keduanya sangat penting untuk membuat skandal ini terang benderang.

"Saya ingin menyarankan akan lebih produktif kalau presiden segera memeriksa Boediono sebagai mantan Gubernur BI, Sri Mulyani sebagai Menkeu, ketua KKSK, ketua Bapepam LK, dan ketua LPS," kata Dradjad.

Dradjad mengatakan dengan diperiksanya pihak-pihak yang memutuskan pengucuran dana ke Bank Century itu, Presiden akan dapat gambaran objektif dan terang-benderan tentang kasus yang disebut-sebut merugikan negara hingga Rp6,7 triliun ini.

Dradjad menduga mereka terseret karena naif. "Mereka terlalu terfokus pada peraturan sehingga lupa ada konsekuensi hukum dan politis, bukan karena kongkalikong."

Dia mengusulkan pemeriksaan segera dilakukan agar kasus ini tidak berkepanjangan. Jika Presiden merasa berat memeriksa pihak-pihak yang terlibat dalam pengucuran bailout ke bank milik Robert Tantular, Presiden bisa membentuk tim verifikasi pencari fakta.

"Kalau Presiden terlalu sibuk, ya bentuklah tim pencari fakta. Namanya bisa Tim 9," kata Dradjad merujuk pada Tim 8 bentukan Presiden terkait dengan kasus Bibit-Chandra.

Dalam salah satu dokumen milik Dradjad yaitu surat dari mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution, peran pejabat tadi bisa tergolong memiliki unsur pidana. Namun, Dradjad tidak yakin deretan pejabat itu bakal lepas dari jerat hukum. "Ini tergantung bagaimana BPK menyikapi hasil audit akhir.

sumber