Dokumen penyelidikan kasus pemilihan Miranda Goeltom sebagai deputi gubernur senior Bank Indonesia

Dokumen penyelidikan kasus pemilihan Miranda Goeltom sebagai deputi gubernur senior Bank Indonesia, (DGS BI) bocor. Dari dokumen itu, mantan Wakapolri yang kini menjadi anggota DPR RI dari Fraksi PKS Adang Daradjatun juga berperan dalam memuluskan langkah Miranda. Demikian pula dengan istri Adang, Nunun Nurbaeti, yang ikut berperan dalam member tanda terima kasih kepada para anggota DPR setelah Miranda terpilih.


Dalam dokumen penyelidikan yang ditandatangani Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah dan Direktur Penyelidikan KPK Iswan Helmy itu dibeberkan, Adang Daradjatun yang saat pemilihan deputi gubernur senior BI masih menjadi Wakapolri, menelpon anak buahnya di Fraksi TNI/Polri DPR periode 1099–2004, Udju Djuhaeri.

Dalam pembicaraan telepon yang dilakukan sebelum pemilihan digelar pada 8 Juni 2004 itu, Adang memberi perintah ke Udju sebagai kepanjangan tangan Polri di DPR RI agar memilih Miranda sebagai DGS BI. Sedangkan kandidat lainnya adalah Budi Rochadi dan Hartadi A. Sarwono

Selanjutnya, bertepatan dengan pelaksanaan fit and proper test calon DGS BI pada 8 Juni 2004 pada pagi hari sekitar pukul 08.00–09.00, PT Bank Artha Graha membeli travel cheque (TC) dari PT Bank International Indonesia (BII) sebanyak 480 lembar dengan nilai nominal per lembar Rp50 juta atau nilai keseleruhannya Rp24 miliar. Sebanyak 480 TC itu kemudian berada di tangan Nunun Nurbaeti Daradjatun yang juga duduk sebagai direktur PT Wahana Esa Sembada (PT Sembada) dan Pemilik PT Wahana Esa Sejati (PT Sejati).

Setelah itu, pemilihan DGS BI digelar dan Miranda Nunun meminta bantuan Ahmad Hakim Safari M.J. alias Arie Malangjudo yang juga yaitu salah satu direktur di PT Sejati. Nunun memerintahkan Arie untuk menyerahkan travel cheque itu kepada para anggota DPR sebagai tanda terima kasih.

Dari hasil penelusuran penyelidik KPK atas asal-usul travel cheque, diperoleh bukti bahwa TC tersebut dibeli atas permintaan dari PT First Mujur Plantation dan Industri (PT FPMI). Selanjutnya, penelusuran atas pencairan TC tersebut diketahui mengalir ke para politisi di DPR periode 1999–2004. Alirannya antara lain sebanyak 205 lembar TC senilai Rp10,25 miliar telah diterima dan atau dicairkan oleh 18 anggota Fraksi PDI Perjuangan.

Selanjutnya sebanyak 145 lembar TC senilai Rp7,25 miliar telah diterima dan atau dicairkan oleh 13 anggota komisi IX dari Fraksi Partai Golkar. Sebanyak 30 lembar TC senilai Rp1,5 miliar telah diterima dan/atau dicairkan oleh tiga orang angota komisi IX dari Fraksi PPP. Ada pula 40 lembar TC senilai Rp2 miliar yang telah diterima oleh empat orang anggota komisi IX dari Fraksi TNI/Polri.

Selain tiu, ada 33 lembar TC senilai Rp1,65 miliar yang diterima dan atau dicairkan oleh perorangan yang belum didapatkan keterkaitannya dengan anggota dewan. Sedangkan 20 lembar TC senilai Rp1 miliar telah diterima oleh sekretaris pribadi Nunun Daradjatun yang bernama Sumarni.

Juru Bicara KPK Johan Budi yang ditanya soal dokumen itu tidak mengiyakan ataupun membantahnya. Johan juga mengaku tidak tahu dengan isi dokumen tersebut. Namun, diakuinya, dalam setiap penyelidikan memang selalu dibuat Laporan Penyelidikan Tindak Pindana Korupsi (LPTPK).
’’Kalau substansinya, saya tidak tahu karena itu kewenangan penyelidik dan penyidik. Tetapi, secara prosedur memang LPTPK,’’ tandas Johan kepada wartawan di KPK kemarin (12/3).

Bagaimana dengan status hukum Nunun Nurbaeti? Johan menegaskan, KPK masih menunggu hasil pemeriksaan di pengadilan. ’’Seperti apa hasil di pengadilan, nanti akan ditindaklanjuti,’’ ujar Johan.

Seperdi diberitakan, Nunun Nurbaeti disebut dalam dakwaan atas politisi PDIP Dudhie Makmun Murod maupun mantan anggota Fraksi TNI/Polri Udju Djuheari. Dalam dakwaan atas Dudhie, usai pemilihan Miranda Gultom di DPR Nunun memerintahkan Arie Malangjudo untuk menyerahkan travel cheque ke Dudhie di Restoran Bebek Bali di kawasan Senayan.

Demikian pula dalam dakwaan atas Udju, lagi-lagi disebutkan bahwa Nunun usai terpilihnya Miranda Gultom juga menghubungi Udju. Dalam pembicaraan per telpon itu Nuinun meminta Udju untuk menemui Arie Malanjudo di kantor PT Wahana Esa Sejati.

Udju bersama dengan Sulistyadi, Darsup Yusuf, dan Suyitno menemui Arie Malangjudo dan masing-masing menerima 10 lembar travel cheque senilai Rp500 juta. Sumber ; http://www.radarlampung.co.id/web/berita-utama/10340-dokumen-penyelidikan-kpk-bocor.html