Ketegori Korupsi di Sektor Pajak

Ketegori Korupsi di Sektor Pajak, Menurut Emerson, praktik korupsi pajak tergolong pelik. Pasalnya, pegawai pajak saat ini semakin canggih dan lihai bermain "cantik". Terlebih, mereka memiliki latar belakang keilmuan di bidang akuntansi dan hukum sehingga pandai mencari celah. Selain itu, UU Perpajakan pun tidak sepenuhnya mendukung upaya pemberantasan korupsi pajak.

"Undang-undang Perpajakan semacam memberikan imunitas bagi petugas pajak karena tidak memungkinkan data perpajakan untuk diaudit," ujarnya Upaya reformasi birokrasi yang digulirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun serasa belum cukup. Seperti diwartakan, upaya-upaya tersebut, misalnya, meningkatkan remunerasi pegawai pajak dan online payment.

Dikatakan Emerson, guna mengikis habis masalah ini, diperlukan upaya reward and punishment. Bagi yang berprestasi, pemerintah harus memberikan reward. "Bagi yang salah, harus dihukum. Dan untuk memberikan efek jera, pelaku pajak jangan hanya pasal pidana biasa, tetapi juga money laundering dan undang-undang tindak pidana korupsi. Harus berlapis. Tren saat ini, pelaku hanya dijerat pasal-pasal KUHP. Ini untuk meminimalisir pelaku bebas dari jeratan hukum," ujarnya.

Selain itu, kesadaran untuk tidak memberikan suap terhadap pegawai pajak juga perlu terus disosialisasikan. Hal ini, misalnya, dapat diwujudkan dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Kadin, pengusaha, dan Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu, seluruh pemangku kepentingan juga harus memerhatikan praktik pungutan pajak, bukan hanya penggunaan pajak seperti yang selama ini digadang-gadang Dirjen Pajak.

Ketegori Korupsi di Sektor Pajak

Menurut Mark Robinson korupsi dalam kaitannya dengan luas paparannya terhadap
masyarakat terbagi dalam tiga ketegori, yaitu :

1. Insidental/individual. Korupsi ini dilakukan oleh pelakunya secara individual pada suatu lingkungan/lembaga tertentu, yang sebenarnya lembaga tersebut termasuk "bersih" dalam hal korupsi. Korupsi semacam ini hanya dikenal pada negara-negara yang korupsinya sangat rendah, misalnya: Selandia Baru, Denmark dan Swedia, yang menurut Corruption Index Transparency International menempati peringkat 1, 2 dan 3 negara yang paling bersih

2. Institusional/kelembagaan. Korupsi kategori ini adalah korupsi melanda suatu lembaga/sektor kegiatan tertentu, namun secara keseluruhan negara tersebut bukanlah negara yang tingkat korupsinya tinggi. Contoh yang paling mudah untuk dilihat adalah korupsi politik berbentuk money politic atau korupsi dukungan yang lazim dalam pembelian suara legislatif. Amerika misalnya bukanlah negara yang korup, tetapi dalam dunia politik sudah lazim bermain uang dalam jumlah banyak untuk mendapatkan dukungan dan suara untuk sejumlah pemihakan
tertentu

3. Sistemik (societal). Pada kasus semacam ini korupsi sudah menyerang seluruh masyarakat dan sistem kemasyarakatan. Karena itu dalam segala proses kemayarakatan, korupsi menjadi rutin dan diterima sebagai alat untuk melakukan transaksi sehari-hari. Hal semacam ini disebut sebagai korupsi sistemik, karena sudah mempengaruhi secara kelembagaan dan mempengaruhi perilaku individu pada semua tingkat sistem politik dan sosio ekonomi. Korupsi jenis ini mempunyai beberapa ciri, yaitu:

a. Inklusif dengan lingkungan sosial budayanya. Inklusif dalam arti sudah diterima sebagai kenyataan dalam konteks sosial budaya masyarakat.

b. Cenderung menjadi monopolistik. Hal ini berarti korupsi sudah menguasai semua sistem kemasyarakatan dalam masyarakat, sehingga masyarakat sulit untuk mendapatkan sistem kemasyarakatan yang wajar, tanpa korupsi.

c. Terorganisasi dan sulit untuk dihindari. Karena sudah menjadi proses rutin dalam kehidupan sosio ekonomi, maka korupsi menjadi terorganisasi, sadar maupun tak sadar, sehingga secara otomatis semua proses sistem kemasyarakatan akan terkena.

d. Pada dasarnya korupsi semacam ini tumbuh subur pada sistem kemasyarakatan yang mempunyai beberapa ciri-ciri seperti: kompetisi politik yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, civil society yang lemah, dan tidak adanya mekanisme kelembagaan untuk menangani masalah korupsi.

Dengan melihat kategorisasi di atas, terlihat dengan jelas bahwa tingkat korupsi Indonesia sudah mencapai tahap sistemik dan kemasyarakatan. Korupsi sudah biasa dilakukan untuk segala macam kegiatan sehari-hari. Bila dihubungkan dengan korupsi di Dirjen Pajak, dengan mudah kita juga bisa melihat korupsi disini merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi dan sulit dihindari. Pola-pola korupsi yang dijelaskan berikut dapat menggambarkan dengan jelas bagaimana korupsi dilakukan sejak dari awal sampai akhir, apapun urusannya.

Mulai dari korupsi internal yang terjadi di intern Dirjen Pajak sampai korupsi eksternal yang merupakan korupsi antara orang dalam dengan orang luar Dirjen Pajak.