Peluang usaha Kerajinan lidi bambu

Peluang Usaha Kerajinan lidi bambu yang dihias pula dengan lidi aren, merupakan kerajinan khas daerah Lampung. Perajin lidi bambu dan lidi aren yang tetap eksis hingga sekarang adalah Prayitno, laki-laki paruh baya yang menekuni kerajinan ini sejak tahun 1989. Dengan nama usaha Sanggar Sumber Rejeki, Pak Yitno, demikian sapaannya, mengaku usahanya ini banyak dikerjakan oleh ibu-ibu rumah tangga di sekitar rumahnya Desa Giri Klopo Mulyo, Kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung.

Kerja Keras Adalah energi kita merupakan salah satu motivasi Prayitno, sehingga menghasilkan Wadah-wadah cantik yang terbuat dari bambu untuk aneka perlengkapan rumah tangga masih tetap bertahan hingga kini. Bahan dari bambu apus kemudian dibelah kecil-kecil menyerupai lidi dari daun kelapa lalu dianyam membentuk pelbagai barang perlengkapan meja makan, seperti tutup nasi dan lauk pauk, tempat tisu, wadah kue, tempat buah. Kerajinan lidi bambu ini juga bisa dibuat kopiah, topi lebar, tempat pensil, kap lampu meja, dan lain-lain.

Semua bahan yakni bambu yang sudah dibentuk menjadi lidi serta lidi aren, dan belahan papan kayu yang sudah dipotong se
suai kebutuhan, dibawa oleh pekerja ke rumah masing-masing yang kebanyakan ibu-ibu. Yang menentukan desain atau model adalah Pak Yitno, lalu para pkerja tinggal merakit atau menganyamnya.

“Semua mereka kerjakan di rumah masing-masing karena membuat kerajinan seperti ini merupakan sambilan bagi mereka, “ papar Pak Yitno. Karena sebagai sambilan maka Ibu-ibu yang biasa mengerjakan rajutan ini, sehari hanya bisa merampungkan tempat buah atau wadah makanan lain dua buah. Ongkos per satu tempat buah Rp 6 ribu. Untuk jenis model lainnya yang lebih rumit, tentu ongkosnya beda karena harga jualnya pun beda. Tutup nasi yang cukup besar seharga Rp 300.000, lampu meja yang artistik seharga Rp 250, tempat tisu yang berbentuk persegi panjang Rp 50 ribu, dan yang kecil berbentuk kipas hanya Rp 20 ribu.


Jumlah tenaga kerja tidak tetap yang biasa dilakukan ibu-ibu sebanyak 10 orang, sedangkan karyawan tetap di bagian finishing dan lainnya 6 orang. Finishing agak rumit karena setelah barang kerajinan itu sudah berbentuk, baik tempat tisu, tempat pensil dan lainnya ditaruh pada tempat yang cukup luas untuk diasap di atas daun jerami.

“Supaya muncul warna seperti ini, “ Pak Yitno menerangkan. Warna yang dimaksud adalah kuning kecoklatan atau bergradasi antara warna kuning, coklat, dan hitam. “jadi ini warna alami, “ tambah Pak Yitno pula.



Kendala Pemasaran

Semua bahan yang diperlukan untuk produksi selama ini tak ada kendala. Bambu apus, lidi aren, serta jerami, tak sulit diperoleh daerah Lampung. Hanya pemasaran yang masih terbatas di wilayah Lampung. Di propinsi bagian selatan Pulau Sumatera ini, wadah-wadah perlengkapan rumah dari lidi bambu dan lidi aren sudah memasyarakat. Di rumah-rumah, bahkan dalam suatu jamuan resmi perlengkapan meja makan dari lidi bambu ini biasa digunakan. Bahkan dalam suatu pesta pernikahan, miniatur dari perlengkapan rumah tangga dari lidi bambu ini kerap dijadika souvenir bagi para tamu.

meskipun pak Yitno memiliki motivasi Kerja Keras adalah energi utamanya akan tetapi banyak permasalahan Yang menjadi pemikiran Pak Yitno adalah bagaimana bisa memasarkan kerajinan ini secara lebih luas. Memang, dari pelbagai daerah, di luar Lampung, seperti Bali, Surabaya. Bandung pernah memesan wadah-wadah tersebut, tapi jumlahnya hanya ratusan biji, sesuai rata-rata produsksinya yang sebulan sekitar 350 biji..

Dari luar negeri pernah ada pesanan 3 ribu biji untuk beragam bentuk, tapi harga yang diminta masih dinilai rendah oleh Pak Yitno Ongkos produksi sudah tak bisa ditekan lagi karena proses pembuatan memang tidak simpel. Itu pun sudah dibuat sederhana karena pekerja cukup mengerjakan rajutan di rumah masing-masing.




Wadah-wadah berbahan lidi bambu dan lidi aren in sekilas tampak sulit perawatannya. Namun, kata Pak Yitno, sebenaarnya gampang saja. Cara membersihkannya cukup dilap dan hindari mencucinya dengan air.‘Saya punya wadah buah sejak saya bisa membuat anyaman ini masih bagus sampai sekarang, “ kata Pak Yitno.

Diakuinya, kreasi model rajutan atau anyaman lidi bambu dan lidi aren tak banyak mengalami perubahan. Tapi Pak Yitno yang pernah ikut pameran di Bali, Surabaya, Lumajang, dan Jakarta ini sedang mempersiapkan kreasi baru dari bahan eceng gondok Apa yang membuatnya bertahan dengan usaha lidi bambu dan lidi aren ini meski hasil bersih per bulan rata-rata Rp 5 juta?

Menurut Pak Yitno, selain barang tersebut masih menjadi kebutuhan masyarakat di daerahnya, kerajinan ini sudah memasuki beberapa supermarket. Tapi bukan yang besar (hipermarket). Karena itu Pak Yitno sering mendapat pesanan-pesanan khusus, lebih-lebih lewat pameran yang bisa dipastikan selalu terjadi transaksi. Apalagi pameran berskala nasional seperti yang diadakan Smesco di Jakarta pertengahan Oktober 2009.

Peluang usaha Kerajinan lidi bambu,