Potensi Koreksi Rupiah Pada kuartal kedua

Potensi Koreksi Rupiah Pada kuartal kedua, Kuartal perdana 2010 yang baru berakhir, menghadirkan beberapa catatan penting dalam sektor keuangan Indonesia. Pergerakan dramatis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turut menular pada kinerja dua instrumen investasi primadona.

Mata uang rupiah dan obligasi pasar berkembang menjadi juara diantara varian aset lain yang ditransaksikan pemodal. Meskipun prestasi keduanya di triwulan awal cukup impresif, bukan tidak mungkin segala sesuatunya akan berbalik arah pada periode berikut.

Performa aset-aset emerging market, termasuk obligasi, tampak mengesankan dengan catatan kinerja terbaik sebesar 5,1 persen. Instrumen yang memberi imbal hasil tinggi seperti SUN, berhasil mendorong apresiasi mata uang hingga 3,7 persen pada tahun ini. Sehingga rupiah mampu masuk jajaran tiga besar mata uang dengan kinerja terbaik dari 10 mata uang Asia yang paling aktif diperdagangkan.

Di tengah euforia pasar, bintang sektor finansial Indonesia pada kuartal I masih dipegang oleh IHSG. Indeks tak kunjung berhenti mencetak rekor tinggi baru setiap pekannya. Fenomena ini terjadi setelah arus modal asing menuju pasar saham Indonesia tidak bisa terbendung.

Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) bulan Maret, pemodal asing melakukan net buying saham hingga Rp 4,9 triliun, setelah menjual kepemilikan senilai total Rp 1,6 triliun pada Februari. Tingkat kenaikan IHSG sepanjang tahun ini (Year-To-Date Return) mencapai 13,1 persen. Sekaligus menjadikan Indonesia sebagai pemimpin bursa Asia mengalahkan Thailand (10,2 persen YTD Return) dan Malaysia (8,9 persen YTD Return).

Apabila kita perhatikan, terdapat korelasi yang menarik antara peringkat investasi dan utang sovereign dengan kinerja pasar modal. Atmosfir pasar modal di luar Amerika Serikat (AS) yang sangat flat merupakan pemicu utama aliran hot money ke dalam aset pasar berkembang Indonesia. Akan tetapi, kucuran dana asing yang sifatnya jangka pendek ini bisa berhenti sewaktu-waktu. Pemodal luar dapat meninggalkan pasar kapanpun, karena terserap oleh laju pemulihan ekonomi di AS dan eropa.

Potensi Koreksi Rupiah

Pada kuartal kedua, penguatan IHSG yang mulai terbatasi bisa membuat tren rupiah berbanding terbalik dari periode sebelumnya. Mengapa bisa demikian? Ada beberapa alasan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan mengenai kemungkinan ini.

Faktor pertama adalah tren pasar modal AS yang mulai terdongkrak naik menuju ke level indeks saham yang dicapai sebelum kebangkrutan Lehman Brothers. Apabila kecenderungan ini terus berlanjut, maka daya tarik aset negara maju terlihat lebih atraktif bagi investor.

Sesungguhnya grafik bursa AS sangat bergantung pada tren di sektor tenaga kerja. Angka pengangguran yang semakin terkikis menjadi pertanda bahwa tren tersebut belum akan menunjukkan perubahan.

Situasi berbeda tampak pada sektor keuangan kawasan eropa. Tekanan psikologis dari krisis Yunani tetap membayangi pasar saham Portugal, Irlandia, Yunani dan Spanyol. Mayoritas investor masih tampak khawatir terhadap efek sistemik masalah utang Yunani. Namun ketakutan tersebut dapat diredakan oleh berkurangnya kecemasan pasar atas resiko sovereign eropa. Sehingga hot money bisa bergulir kembali menuju aset negara maju dalam tiga bulan ke depan.

Faktor kedua yang bisa mengakhiri rally rupiah adalah ekspektasi atas tingkat interest rate differential (perbedaan selisih bunga). Apabila pelaku pasar mulai berharap pada kenaikan suku bunga AS, perbedaan selisih bunga ini akan menekan aset pasar berkembang Indonesia, terutama pasar modal dan obligasi. Ekspektasi para pelaku pasar terhadap siklus kenaikan bunga AS pada kuartal kedua diprediksi akan naik, mengacu pada data-data ekonomi AS yang membaik. Akumulasi hasil laporan positif berpotensi mengangkat kepercayaan investor asing terhadap kinerja dollar dibandingkan mata uang lain.

Merujuk pada analisa teknikal USD/IDR pada grafik Daily dan Weekly, dapat dilihat bahwa RSI dan Stochastic berada di area oversold. Pada saat bersamaan, MACD di grafik Daily membentuk formasi bullish divergence. Fakta ini seharusnya mengubah bias koreksi bullish US Dollar terhadap rupiah, setidaknya mampu membidik area 9.200 dalam waktu dekat. Dengan catatan, dibutuhkan penembusan secara konsisten diatas area 9.090 – 9.110 untuk memicu momentum koreksi pelemahan rupiah lebih lanjut.

Pada fase ini, level 9.000 menjadi support kunci untuk menahan apresiasi rupiah lebih jauh. Bila Rupiah menembus area di bawah 9.000, akan memicu penguatan rupiah menuju target Fibonacci 79 persen di area 8.980.

Berdasarkan analisa teknikal dan fundamental, seharusnya trend utama rupiah masih dalam jalur apresiasi untuk jangka panjang. Proyeksi jangka pendek menunjukkan bahwa Rupiah masih berpeluang terkoreksi melemah sebelum melanjutkan penguatan kembali.