Analisa Peningkatan nilai kapitalisasi dan transaksi di Bursa Efek Indonesia

Analisa Peningkatan nilai kapitalisasi dan transaksi di Bursa Efek Indonesia : sepanjang tahun ini likuiditas di bursa Tanah Air memang mengalami tren yang positif. Hal ini didorong dengan banyaknya perusahaan yang melakukan go public sehingga meningkatkan nilai kapitalisasi bursa.

nilai kapitalisasi dan transaksi di bursa kita meningkat pesat, Nilai kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga kuartal III-2010 mencapai USD336,39 miliar, atau 0,68 persen dari total kapitalisasi pasar modal di dunia. Sementara bursa China menduduki peringkat pertama menyumbang sekira 5,37 persen. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 31 Desember 2009 - 8 Oktober 2010 menyatakan, nilai kapitalisasi saham-saham di BEI mengalami peningkatan sebesar 57,13 persen mencapai USD336,39 miliar.

Namun sepertinya kebijakan ini tidak berhasil bagi pelaku pasar saham dan keuangan. Karena mereka akan mencari tempat yang memberikan keuntungan lebih tinggi, yakni di emerging market, termasuk bursa Indonesia. “Tidak bisa dipungkiri ini membuat bursa kita semakin kencang.

Meski demikian, data BEI yang dipresentasikan dalam Best of Indonesia 2010, Luncheon Presentation 2010 juga menyebutkan, kapitalisasi BEI masih jauh dibanding kapitalisasi pasar bursa negara-negara berkembang (emerging market) lainnya di dunia.

Bursa saham China masih menjadi pemimpin kapitalisasi di emerging market, dengan menyumbang porsi 5,37 persen terhadap nilai kapitalisasi pasar saham dunia. Porsi ini dengan menggabungkan nilai rata-rata kapitalisasi dua bursa saham di China yakni bursa Shenzen dan Shanghai.

Menempati di peringkat kedua adalah bursa saham India memberi kontribusi 3,35 persen dan Brazil mengkontribusi 3,04 persen. Posisi berikutnya adalah bursa saham Mexico dan Rusia, yang masing-masing menyumbang porsi sebesar 0,91 persen dan 1,20 persen. Sementara kapitalisasi BEI menempati urutan keenam dengan menyumbang 0,68 persen.

tertinggalnya nilai kapitalisasi BEI dibanding bursa China merupakan hal yang wajar. Pasalnya, jumlah perusahaan tercatat di bursa China jauh lebih banyak dibandingkan Indonesia, sehingga hal ini berdampak pada nilai kapitalisasi dan transaksi.pemahaman masyarakat tentang pasar modal antara penduduk China dan Indonesia juga berbeda. Di China, kalangan masyarakat menengah dan menangah atas sebagian besar memilih instrumen investasi di pasar modal. Sementara di Indonesia lebih banyak berinvestasi di sektor riil, seperti properti, dan sektor lainnya.

Indonesia cukup cerdik memanfaatkan banjirnya likuiditas di bursa saham domestik. Hal ini terlihat dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendorong emiten pelat merah itu mencari pendanaan melalui pasar modal, baik melalui penawaran umum saham perdana (Initial public offering/IPO), maupun penerbitan saham baru (right issue).

Diketahui, perusahaan-perusahaan pelat merah pada tahun ini didorong untuk go public antara lain, PT Krakatau Steel (KS), PT Jabar Banten, hingga PT Garuda Indonesia. Sementara untuk right issue adalah PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk serta PT Timah Tbk dan PT Aneka Tambang Tbk.

kecilnya kapitalisasi BEI dibanding China akibat masih sedikitnya saham tercatat (emiten) yang di bursa domestik, hal ini juga dipicu belum kembalinya nilai saham-saham unggulan berkapitalisasi besar (bluechips) ke harga tertinggi. Namun dengan banyaknya perusahaan yang menyatakan kesediaannya untuk mencatatkan saham di BEI, diperkirakan akan turut mendorong perkembangan nilai kapitalisasi saham yang lebih besar lagi. “Karena semakin banyak jumlah saham yang tercatat, semakin besar pula nilai kapitalisasi yang bisa masuk ke pasar kita,

Dengan asumsi akan ada 13 perusahaan lagi yang akan menawarkan saham perdananya di bursa domestik. Kemungkinan nilai kapitalisasi pasar Indonesia akan bisa melampaui pencapaian milik bursa Mexico dan Rusia.