Kredit Mubazir Bank Capai Rekor Tertinggi

Kredit Mubazir Bank Capai Rekor Tertinggi, Nilai kredit yang belum ditarik oleh debitur alias undisbursed loan di perbankan nasional mencetak rekor baru. Mengutip data Bank Indonesia (BI), sampai Desember 2009, nilai total plafon kredit mubazir yang menganggur di bank mencapai Rp 323,716 triliun. Ini merupakan rekor tertinggi nilai kredit mubazir di perbankan nasional dalam waktu lima tahun terakhir.

Kredit mubazir ini mencapai 22,51% dari total kredit bank yang tersalur hingga akhir 2009 yang sebesar Rp 1.437,93 triliun. Tahun 2008 lalu, porsi kredit mubazir di perbankan hanya sebesar 18,9% dari total kredit.

Selama 2009 kemarin, permintaan pencairan kredit memang menurun. Ini pula yang menyebabkan tumpukan kredit mubazir perbankan sangat tinggi. "Terutama semester satu, yang memang lesu laju kreditnya," kata Eddy Heryanto, Direktur Commercial Banking PaninBank, Kamis (11/2).

Sekedar mengingatkan, awal tahun lalu, negeri kita memang terkena dampak krisis keuangan global. Kondisi ini membuat kegiatan perekonomian berjalan dengan tersendat. Alhasil, pengusaha pun menunda pencairan kredit. Apalagi, saat itu, bunga kredit masih terbilang tinggi.

"Jadi banyak kredit yang sudah disepakati pada 2008, tidak diambil karena krisis masih membayangi hingga pertengahan tahun 2009," ungkap Direktur Korporasi PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Krishna R. Suparto.

Krishna mencontohkan, di BNI saja, tahun lalu, dana kredit yang tidak dicairkan tercatat sekitar Rp 5 triliun hingga Rp 6 triliun. Sektor infrastruktur seperti jalan tol, merupakan salah satu sektor yang dana kreditnya tidak sepenuhnya tersalurkan. "Tahun ini target kita, per kuartal, dana yang tidak tersalurkan itu bisa turun hampir 10%," cetus Krishna.

Bunga kredit tinggi
Pelaku sektor riil tidak mengelak kondisi tersebut. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Thomas Dharmawan mengakui, kondisi sektor riil tahun lalu memang terpuruk. Sektor industri makanan dan minuman, misalnya, hanya tumbuh 7%. Padahal, tahun sebelumnya pertumbuhannya mencapai 20%. "Kredit sangat diperlukan saat ekonomi tumbuh normal karena sektor riil butuh modal kerja dan investasi," katanya.

Namun, karena kondisi ekonomi yang masih lesu, pelaku sektor riil masih enggan untuk mencairkan kredit. Apalagi, tawaran bunga yang diajukan bank-bank nasional masih lebih tinggi ketimbang bank di luar negeri.

Thomas bilang, di Thailand, Singapura, dan Malaysia, bunga kredit modal kerja masih bisa di kisaran 6% sampai 7%. Namun, di dalam negeri, rata-rata bunga kredit masih di kisaran 10%.

Mengutip data Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), perbankan memang masih membanderol rata-rata bunga kredit modal kerja sebesar 13,69%. Adapun bunga kredit investasi sebesar 12,96%. Bank swasta nasional tercatat sebagai pemberi bunga kredit modal kerja termahal, yaitu rata-rata 14,09%. Sedangkan bunga di bank pelat merah sedikit lebih rendah, yakni 13,63%.

Thomas meyakini, kredit, termasuk pertambahan nilai kredit yang dicairkan, akan lebih laku jika bankir bisa menurunkan bunga.
Harapan pebisnis ini telah sesuai dengan keinginan Bank Indonesia (BI). BI menilai, selisih bunga kredit dan simpanan yang berkisar 6,03% saat ini masih terlalu lebar. "Sudah menipis, tapi masih belum ideal. Kami ingin agar bisa lebih kecil lagi," kata Muliaman D Hadad, Deputi Gubernur BI