Nyapu Jalan Selama 13 Tahun Tak Di Gaji

Nyapu Jalan Selama 13 Tahun Tak Di Gaji, Nasib penyapu jalan di wilayah Kota Medan kian merana saja. Sudahlah sumpek tiap hari bergelut dengan baunya sampah, abu dan cipratan air di musim hujan. Tapi honor yang seharusnya jadi hak mereka masih juga tersendat. Padahal, jika mereka mogok menyapu sehari saja, maka dapat dibayangkan tumpukan sampah bakal menghiasi tiap sudut kota.

Meski sama-sama merana, tapi nasib Rosalina Boru Hutagaol jauh lebih malang dari rekannya yang lain. Betapa tidak, meski sudah 13 tahun jadi penyapu jalan, tapi wanita berusia 60 tahun itu mengaku belum pernah sekali pun menerima honor/gaji dari Dinas Kebersihan Medan. Tak digaji kok masih mau kerja? Ditanya begitu, janda malang ini lantas menjawab, membersihkan lingkungan sudah jadi panggilan jiwanya.

Pekerjaan itu sudah jadi panggilan jiwaku. Itu pula yang mendorongku untuk tetap membersihkan lingkungan, meski pun honor yang dijanjikan mandor Dinas Kebersihan Medan itu, hanya bohong belaka. Janji akan dibayar, begitulah seterusnya, hingga membuat hatiku sedikit riang, tapi kenyataannya semuanya nol besar,” lirih wanita berambut gonjes itu saat mengunjungi Graha Pena, markasnya POSMETRO MEDAN, kemarin (5/2) pagi.

Lebih lanjut, ibu tiga anak itu yang sudah 20 tahun mengontrak rumah tempel di sekitar pajak seram Jalan Veteran Sambu itu mengatakan, sejak bergabung sebagai salah satu honorer penyapu jalan tahun 1997 lalu, ia mendapat pos (wilayah yang dibersihkan) di kawasan Jalan Veteran-Jalan Sutomo, dengan panjang 2,5 Km/harinya. Jam kerjanya, dimulai dari pukul 5 sore, dan berakhir hingga pukul 8 malam. Dari tugas itu, dari awal tidak dirincikan berapa honor yang akan ia terima. Tapi rekan seprofesinya mengaku mendapat gaji Rp 300 ribu sebulan.

Dijelaskan Rosalina, dalam melakukan tugas itu, tiap harinya ia diawasi mandor yang disebut-sebut bernama Ali Syahbana Hasibuan, oknum PNS di Dinas Kebersihan Kota Medan. “Kami nggak bisa main-main dalam bekerja, karena tiap hari ada yang mengawasi kami. Tapi dia (Ali Syahbana-red) jarang turun ke lapangan. Terkadang dia datang tiap akhir bulan untuk membayar honor penyapu jalan. Tapi bukan pada aku, namun rekan-rekan ku sebagian saja. saat kutanyakan soal honorku, jawabannya selalu enteng, yakni nanti dikasih, nanti dikasih,” kenang Rosalina dengan mata berkaca-kaca.

Padahal, sambung wanita yang sudah menyandang status janda sejak 10 tahun lalu itu, Ali Syahbana yang mengajaknya bergabung sebagai penyapu jalanan. “Saat sumiku masih hidup, semula tawaran itu kutolak. Tapi Ali tetap ngotot dan membujuk suamiku. Karena permintaan suamiku, dan kupikir bisa menambah biaya hidup kami, aku pun setuju bergabung. Tapi kenyataannya tidak semulus apa yang kami harapkan, semuanya di luar impian, sampai-sampai karena kejauhan memikir kekesalan, suamiku jadi sakit dan akhirnya meninggal dunia,” tambahnya lagi.

Bukan itu saja, istri dari alm Eden Aritonang juga mengaku tak tahu kenapa Ali tak kunjung mebayar honornya. “Saya ini bukan pekerja ilegal yang tidak terdata hingga tak dapat honor. Saya terdaftar sebagai honorer di Dinas Kebersihan Kota Medan. Buktinya, sejak pertama kali diterima, data diri dan foto saya langsung dipampangkan dipembukuan Dinas Kebersihan Kota Medan. Disitulah aku diberikan seragam penyapu jalan, kuning bajunya, dan hijau warna celananya,” kenang Rosalina.

Tapi apa mau dikata, sejak resmi bergabung, Ali tak pernah memberikan honor yang seharusnya jadi haknya itu. Ironisnya lagi, saat ia datang menagih honornya ke Dinas Kebersihan Jalan Pinang Baris Medan itu, Ali selalu selalu menghindar. Namun pada tahun 2000 lalu, Rosalina sempat bertatap muka dengan Ali. “Bukannya minta maaf, tapi dia (Ali-red) malah menangtangku. Katanya begini ‘sudah lah terserah, namboru bisa melapor ke mana saja’. Itu lah yang selalu kuingat dari cakapnya, tapi apalah daya, mau melapor kemana aku? Ke kantor polisi? Aku orang kecil, uangku tak ada, apa mau mereka memprosesnya?” sedih wanita berhidung mancung yang kulit mukanya sudah mulai berkerut itu.

Belasan tahun tak mendapatkan hak, ternyata Tuhan Maha adil. “Pemilik toko-toko jalan itu terkadang iseng memberikan aku uang, sehari kadang dapat aku Rp 5 ribu. Dari situlah aku bisa makan. Itu pun masih kurang untuk biaya makanku bersama anak laki-lakiku yang kerjanya masih mocok-mocok. Untuk mencukupi biaya hidup, tiap pagi aku jual sayur sedikit-sedikit di emperan jalan,” ungkap Boru Hutagaol yang juga mengaku mempunyai dua anak perempuan yang beruntung sudah menikah dan ditanggung suaminya masing-masing saat ini.

Terakhir, harap wanita yang gali lobang tutup lobang untuk mencari nafkah ini, pemerintah dapat mendengarkan keluhannya. “Aku tak bisa meninggalkan pekerjaan (menyapu) itu begitu saja, walau pun pekerjaan ini dipandang orang hina, tapi bagiku adalah mulia. Sebab, selain aku mendapatkan amal, aku juga puas bisa membersihkan kota ini. Tapi harapku pada pemrintah, agar aku kuat bekerja, berikanlah hak-hak ku untuk melangsungkan hidup ini,” pintanya sembari menitikkan air mata. Terpisah Kadis Kebersihan Kota Medan Arlan Nasution MAP kontan tersentak saat dikonfirmasi POSMETRO MEDAN seputar nasib penyapu jalan yang tak pernah menerima honor selama 13 tahun itu. “Nggak mungkinlah honornya tidak dibayar.

Gajinya pasti keluar tiap bulan. Soalnya, tiap bulan uang itu kita serahkan pada pihak kelurahan, dan merekalah yang memberikan gaji honor sama petugas kebersihan di lapangan. Meski pun begitu, akan saya cek lagi ke sana,” terangnya. Jika memang ada permainan petugas di lapangan, lanjut Arlan, pihaknya tidak akan tinggal diam dan akan memberikan sanksi tegas. Karena, honor itu hak pekerja yang wajib diberikan. “Kalau memang dia (Rosalina-red) ada surat tugasnya, bawa kemari hari Senin biar diselesaikan masalahnya. Pasalnya, saya tidak tahu kalau ada honor penyapu jalan yang tak pernah menerima gaji selama 13 tahun,” ucapnya. “Nggak mungkin, nggak mungkin, nggak mungkin. Pasti gajinya ke luar,” beber Arlan dengan nada heran