Aneh Pelarian Gayus Sekadar Sandiwara

Aneh Pelarian Gayus Sekadar Sandiwara, Telah dua pekan lamanya Gayus Tambunan menjadi headline berita berbagai media massa. Pegawai golongan III A di Direktorat Pajak Kementerian Keuangan ini terlibat dalam penggelapan pajak puluham miliar rupiah.

Banyak pihak yang menilai, kasus Gayus hanya fenomena the top of the iceberg, sementara di bawah permukaan masih banyak "Gayus" yang lain. Hal ini pun sempat diakui Gayus saat ia bertemu dengan Satgas Mafia Hukum beberapa hari sebelum melarikan diri ke Singapura.

Menurut Gayus, seperti dikutip anggota Satgas Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, dirinya hanya sebagian kecil dari jejaring penggelap pajak di Ditjen Pajak kementerian yang dipimpin Menkeu Sri Mulyani ini.

Pengakuan Gayus ini membuktikan bahwa reformasi birokrasi yang dicanangkan Sri Mulyani tidak berarti banyak. Pemberian renumerasi yang berkali-kali lipat, ternyata tidak diikuti dengan peningkatan prestasi kerja yang positif. Sebaliknya, gelombang korupsi terus terjadi merembet kesana kemari.

Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein usai bertemu Presiden SBY (Selasa, 6/4), juga mengakui bahwa pihaknya pernah menyampaikan laporan serupa kasus Gayus ke Polri dan Kejaksaan Agung. Disebutkan Yunus, dana yang tersimpan dalam rekening seorang mantan pejabat di Ditjen Pajak jauh lebih besar dari dana yang pernah mengendap di rekening milik Gayus.

Tetapi, Yunus mengaku tidak tahu menahu kelanjutan dari laporan itu. Kapolri Jenderal BHD dan Jaksa Agung Hendarman Supandji mengaku belum tahu laporan itu. Inilah anehnya.

Nah, yang juga tidak kalah aneh adalah kisah tentang "pelarian" Gayus ke Singapura, sebelum akhirnya dia "ditangkap" pada Selasa malam (30/3) di Singapura. Gayus melarikan diri ke Singapura setelah memberikan pengakuan mengenai modus operandi penggelapan pajak di Kementerian Keuangan kepada Satgas Mafia Hukum.

Menurut mantan wakil presiden Jusuf Kalla, semestinya, setelah mendengarkan pengakuan itu, Satgas yang dibentuk Presiden SBY dapat berkordinasi dengan Polri, dan meminta agar Polri menangkap Gayus.

JK mencontohkan keputusannya memerintahkan Kapolri Jenderal BHD untuk mendangkap pemegang saham penentu (PSP) Bank Century Robert Tantular, sesaat setelah ia mendapatkan laporan dari Gubernur BI ketika itu, Boediono, dan Menkeu Sri Mulyani bahwa Komiter Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memutuskan memberikan dana talangan untuk Bank Century.

Kalau Robert Tantular yang jelas-jelas melakukan kejahatan kriminal perbankan tidak segera ditangkap, yakin JK, dia bisa kabur dan menghilang seperti kebanyakan taipan hitam lain yang sampai sekarang tidak bisa disentuh hukum Indonesia karena bersembunyi di negara lain.

Kisah tentang "penangkapan" Gayus pun tak kalah aneh. Dalam keterangan resmi yang disampaikan Satgas Mafia Hukum, tanpa sengaja dua anggota Satgas, Denny Indrayana dan Mas Achmad Santosa, bertemu Gayus di sebuah restoran di Orchard Road, Singapura, Selasa malam (30/3). Keduanya tiba di Singapura pada Selasa pagi.

Denny dan Ota, juga tim Polri yang kemudian menyusul pertemuan itu, membujuk Gayus dan meminta agar ia bersedia kembali ke tanah air. Maka Gayus pun bersedia. Keesokan harinya dia dibawa dari Singapura.

Proses "penangkapan" yang smooth, tanpa lika liku yang biasanya dijadikan alasan aparat penegak hukum kita saat ditanya tentang taipan hitam yang melarikan diri ke Singapura.

Berbagai fenomena inilah, mulai dari kesemerawutan di Kementerian Keuangan yang melahirkan Gayus hingga proses penangkapan Gayus yang terbilang mudah, yang tampaknya mendorong sebagian besar publik bersikap negatif saat mendengar kabar penangkapan Gayus