Hubungan Perlindungan Hukum Nasabah Dengan Bank

Hubungan Perlindungan Hukum Nasabah Dengan Bank, Bank sebagai suatu lembaga atau institusi yang melakukan kegiatan di bidang keuangan telah menunjukkan peranan yang cukup penting dalam melayani berbagai kepentingan masyarakat di Indonesia saat ini. Berbagai produk bank telah berkembang untuk memenuhi tuntutan perkembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Menurut ketentuan UU Perbankan Indonesia No. 7 1992, Bank adalah suatu badan usaha dan mempunyai kegiatan usaha yang berkaitan dengan penghimpunan dana masyarakat serta memberikan jasa lainnya yang berkaitan dengan keuangan.
Bank dengan berbagai produknya telah banyak dimanfaatkan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya di bidang keuangan. Mengingat kebutuhan akan jasa perbankan semakin meningkat, maka penulis merasakan betapa pentingnya pemahaman masyarakat akan di sisi lain. Kedua hal tersebut yang hanya dapat terlaksana jika bank berkemampuan melindungi dana masyarakat secara baik. Oleh karenanya bank harus mampu berfungsi secara efisien, sehat, wajar, dan mampu menghadapi persaingan yang semakin bersifat global.
Pemahaman anggota masyarakat terhadap semua aktivitas bank, termasuk semua warkat bank seyogyanya dimulai sejak yang bersangkutan memakai/mempergunakan jasa perbankan, sehingga dapat mencegah risiko. Disini pemakalah mencoba pembahas tentang “Perlindungan Nasabah dan Hubungan Hukum Nasabah dengan Bank”. Di mana pengertian nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.

A. Perlindungan Terhadap Nasabah
Nasabah yang menyimpan dananya di Bank umumnya mempunyai berbagai tujuan dan motivasi. Nasabah sangat menginginkan agar dana yang disimpannya pada bank terjamin aman dari segala sesuatu yang dapat merugikannya dan adanya balas jasa dari Bank atas penggunaan dana tersebut. Secara umum perlu adanya perlindungan terhadap nasabah agar tidak dirugikan oleh pihak bank atau pihak lain yang tidak bertanggungjawab. Sehubungan dengan itu sepanjang yang di atas oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:

1. Lembaga Penjamin Simpanan
Dari ketentuan Pasal 37 B UU Perbankan Indonesia 1992/1998 dapat diketahui bahwa setiap Bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan melalui Lembaga Penjamin Simpanan. Dengan demikian, undang-undang sudah mengatur tentang kewajiban bank untuk melakukan penjamin atas dana masyarakat yang diterimanya sebagai simpanan, termasuk yang berbentuk. Untuk pelaksanaannya, tentunya bank harus membuat suatu perjanjian dengan lembaga tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perlu pula dikemukakan bahwa sampai tahun kelima sebelah ketentuan undang-undang tersebut berlaku, ternyata lembaga Penjamin Simpanan belum beroperasi sehingga penjaminan simpanan masyarakat pada Bank masih dilakukan oleh pemerintah. Penjaminan tersebut dapat dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah walaupun suatu saat nantinya akan berakhir.

Dengan adanya ketentuan undang-undang mengenai kewajiban bank menjamin dana masyarakat dan adanya program penjaminan yang sudah berjalan tentunya akan memberikan perlindungan kepada nasabah penyimpanan dalam hal terjadinya penutupan atas bank yang bersangkutan. Nasabah penyimpanan diharapkan akan tetap memperoleh kembali dana yang disimpannya dalam hal terjadi penutupan pada banknya.

2. Rahasia Bank
Dikarenakan kegiatan dunia perbankan mengelola yang masyarakat, maka bank wajib pula menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat. Bank wajib menjamin keamanan uang tersebut agar benar-benar aman. Agar keamanan nasabahnya terjamin pihak perbankan dilarang untuk memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya. Dengan kata lain bank harus menjaga rahasia tentang keadaan keuangan nasabah dan apabila melanggar kerahasiaan ini perbankan akan dikenakan sanksi.
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya (Pasal 1 angka 28 UU Perbankan Indonesia 1992/1998). Hal ini diatur oleh Pasal 40 dengan rumusan sebagai berikut :

a. Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh Bank menurut kelaziman dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44.

b. Ketentuan sebagaimana dimaksud berlaku bagi pihak terafiliasi.
Lebih lanjut, penjelasan resmi pada Pasal 40 mengutarakan antara lain sebagai berikut : ayat (1)
Dalam hubungan yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank adalah data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya. Kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank.

Menurut ketentuannya, bank dan pihak terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal-hal tertentu yang diutus oleh undang-undang tersebut dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pihak terafiliasi adalah pihak yang berkaitan dengan pengelolaan bank. Siapa yang disebut sebagai pihak terafiliasi diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 22 UU Perbankan Indonesia 1992/1998, antara lain direksi, pejabat dan pegawai bank.

Namun dalam kasus tertentu, kerahasiaan bank tidak berlaku untuk nasabah, misalnya :
a. Untuk kepentingan perpajakan pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tentang keuangan nasabahnya penyimpanan tertentu kepada pejabat bank.

b. Untuk penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara. Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai simpanan nasabah debitur.

c. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan, Bank Indonesia dapat memberikan kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.

d. Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.

Ketentuan mengenai rahasia bank tersebut tentunya merupakan perlindungan bagi nasabah penyimpanan agar dananya yang disimpan pada bank tidak diketahui oleh pihak-pihak lain yang tidak berkepentingan. Simpanan tersebut merupakan hak pribadi nasabah penyimpanan yang tidak perlu diketahui oleh orang lain. Pelaksanaan dari ketentuan mengenai rahasia bank ini perlu diperhatikan oleh Bank dan petugasnya agar tidak menimbulkan permasalahan yang mungkin akan merugikan bank. Bank dalam hal ini perlu memperhatikan kedudukannya yang sering disebut sebagai lembaga kepercayaan.

B. Hubungan Hukum Nasabah dengan Bank
Bagi pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank, mereka berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan. Pelanggaran terhadap berbagai aturan yang berlaku, termasuk kerahasiaan bank, maka akan dikenakan sanksi tertentu sesuai dengan yang tercantum dalam UU No. 10 tahun 1998.

Jaminan ditegakkannya peraturan-peraturan perbankan dimuat pasal 50 yang mengancam dengan hukuman penjara 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah).

Pasal 50 tersebut merupakan jaminan bagi masyarakat. Berkat jaminan ini, semua bank tidak dapat berkelit untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama yang berkenaan dengan pemantauan keadaan terhadap suatu bank oleh Bank Indonesia, yang mewakili pemerintah untuk melindungi dana masyarakat sekaligus menjaga agar bank dalam keadaan sehat.
Bank Indonesia dapat menjatuhkan sanksi administratif sebagaimana dimuat dalam penjelasan resmi Pasal 52, yang antara lain berbunyi :

Sanksi administratif dalam pasal ini dapat berupa :
a. Denda
b. Penyampaian teguran-teguran tertulis;
c. Penurunan tingkat kesehatan bank;
d. Larangan turut serta dalam kliring;
e. Pembekuan kegiatan;
f. Pencabutan izin usaha.

Sanksi juga diberikan kepada siapa saja yang melakukan kegiatan perbankan seperti menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa usaha dari pimpinan Bank Indonesia. Pelanggaran tersebut diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,-00 (sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah).

Kemudian sanksi juga diberikan kepada anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan seperti memberi keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya di ancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah), dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan milyar rupiah).

Namun, pada dasarnya hubungan hukum antara bank dan nasabah didasarkan pada perjanjian baku yang formatnya telah dibuat sepihak oleh bank, sehingga dalam pelaksanaannya hanya berpihak pada bank saja, karena bank selalu menerapkan prudential banking. Faktor-faktor yang mempengaruhi perlindungan hukum terhadap nasabah bank terjadi karena faktor bank itu sendiri serta para pihak yang terkait dalam hal ini Bank Indonesia dan juga lembaga penjamin konsumen, sedangkan kendala-kendala yang mempengaruhi perlindungan hukum terhadap konsumen selaku nasabah bank terjadi karena faktor konsumen itu sendiri selaku nasabah dan juga dari pelaku usaha dalam hal ini adalah Bank. Dalam kondisi yang demikian bank belum memberikan perlindungan hukum yang maksimal terhadap nasabah.

KESIMPULAN

Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan :
1. Dari ketentuan Pasal 37 B UU Perbankan Indonesia 1992/1998 dapat diketahui bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan melalui lembaga penjamin simpanan.
2. Dengan adanya ketentuan undang-undang mengenai kewajiban Bank untuk menjamin dana masyarakat dan adanya program penjaminan yang sudah berjalan tentunya akan memberikan perlindungan kepada nasabah penyimpan dalam hal terjadinya penutupan atas bank yang bersangkutan.
3. Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. (Pasal 1 angka 28 UU Perbankan Indonesia 1992/1998).
4. Hubungan antara bank dengan nasabah merupakan fiduciary relation dan confidential relation, sehingga kepercayaan serta kerahasiaan hubungan keduanya merupakan moral obligation (kepatutan).

Makalah Hubungan Perlindungan Hukum Nasabah Dengan Bank

DAFTAR PUSTAKA
Bahsan, M., Biro dan Bilyet Biro Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
Marpaung, Leden, Kejahatan terhadap Perbankan, Erlangga, Jakarta, 1993.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
UU Perbankan, Sinar Grafika, cet. 3, Jakarta, 2002.
Santoso, Totok Budi, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Salemba Empat, Jakarta, 2006.