Strategi Pemberantasan Korupsi Versi Ali Sadikin

Srategi Pemberantasan Korupsi Versi Ali Sadikin ; Maraknya kasus korupsi di negeri ini, sudah menjadi berita sehari-hari di berbagai media. Mulai dari yang paling sederhana, sampai yang kelas kakap. Dari pelaku yang melibatkan pegawai rendahan, sampai kelas pejabat. Kejahatan yang konon sudah berusia sepanjang sejarah umat manusia ini, terus menerus menjadi tantangan peradaban manusia.

Dari sedikit pejabat di negeri ini, yang mencoba menghempang korupsi adalah almarhum Ali Sadikin. Mantan Gubernur DKI Jakarta, yang populer disapa Bang Ali, memanfaatkan Pers dalam upaya menghempang terjadinya korupsi, khususnya di lingkungan Pemerintahan DKI Jakarta, di masa kepemimpinannya.

Seperti dituturkan Bambang Harymurti, Wakil Ketua Dewan Pers, dalam pelatihan Ahli Dewan Pers di Batam 14-16 Juni lalu, ketika menerima estafet kepemimpinan di DKI, Bang Ali, kebingungan, karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta hanya sekitar Rp66 juta! Lalu apa yang bisa dilakukan dengan dana sekecil itu?

Setelah mengumpulkan para staf, Bang Ali mendapat masukan : sebenarnya banyak sumber dana yang bisa diperoleh, di antaranya dari perjudian yang sedang marak saat itu, namun dikelola secara illegal. Artinya, para cukong hanya memanfaatkan oknum-oknum untuk mengamankan jalannya perjudian. Bagaimana kalau perjudian dilegalkan saja, sehingga Pemerintah Daerah mendapat masukan secara resmi?

Ide ini sangat masuk akal, menurut Bang Ali. Letnan Jendral Marinir ini kemudian berdialog dengan berbagai pihak, termasuk Kapolda dan Pangdam, sampai akhirnya mengumpulkan para cukong yang siap membayar retrebusi secara resmi ke kas Pemprov DKI Jakarta. Maka perjudian pun dilegalkan di DKI Jakarta, dan pemasukan ke kas Pemda DKI mengalir deras, sehingga Bang Ali mampu mengubah wajah Jakarta yang sangat kumuh menjadi lebih baik.

Tentu saja, ada risiko serius yang harus dipikirkan, dan ternyata sudah dipikirkan Bang Ali yakni: korupsi. Jajaran pejabat Pemda, yang selama ini mengelola uang dalam jumlah kecil, tiba-tiba menggelembung sekian besar, sudah barang tentu akan tergiur untuk melakukan penyimpangan!

Di saat yang sama, Adnan Buyung Nasution dan kawan-kawan mendirikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dalam upaya mendampingi warga masyarakat menghadapi berbagai persoalan dengan Pemerintah DKI, termasuk soal penggusuran dan sejenisnya. Di samping itu, Gunawan Muhammad dan kawan-kawan juga mendirikan majalah Tempo.

Seperti dituturkan Bambang Harymurti, Bang Ali menjadi donatur LBH dan majalah Tempo. Padahal, majalah Tempo sendiri, terus menerus menyoroti persoalan di DKI, termasuk juga Adnan Buyung Nasution dengan LBH-nya acapkali berhadapan dengan Pemerintah DKI Jakarta.

Apakah Bang Ali tidak protes atau berkecil hati? Logika sederhananya, masa sudah ikut membantu pendanaan, justru mendapat serangan kritikan dari yang dibantu?

Justru di sinilah kecerdasan seorang Ali Sadikin. Bang Ali tidak pernah protes, dengan berita-berita yang dimuat majalah Tempo. Juga tidak berkecil hati, harus berhadapan dengan Adnan Buyung Nasution lewat LBH-nya.

Dalam dialog dengan Bambang Harymurti, Bang Ali justru tersenyum mengingat strateginya di kala memimpin Jakarta di awal-awal tahun 70-an itu. Menurut Bang Ali, justru dengan adanya berita-berita di Majalah Tempo, dia menjadi mudah mengawasi lingkungannya dari tindakan korupsi dan penyimpangan. Para bawahan menjadi takut melakukan tindakan penyimpangan karena akan menjadi sorotan serius majalah Tempo.

Coba, bayangkan, jika harus menambah pegawai bagian pengawasan? Berapa banyak tenaga baru akan direkrut, dan berapa besar anggaran baru yang harus dikeluarkan? Dan bukan tidak mungkin, ketika mereka sudah bergaul dalam lingkungan yang sama secara terus menerus, akan membuka peluang, para pengawas pun akan ikut kong-kalikong melakukan korupsi!

"Coba bandingkan, jika yang mengawasi adalah Tempo berapa sih anggarannya? Kecil sekali, dan dampaknya cukup besar," cetus Bang Ali seperti ditirukan Bambang Harymurti! Sebuah strategi cerdas, seorang Ali Sadikin di zamannya!

Pers dan Pencegahan Korupsi

Bisakah strategi semacam ini, diterapkan di masa kini? Tentu ini pertanyaan menarik. Khususnya menyangkut, siapa pemimpin yang berani bertindak seperti Ali Sadikin. Sebab sudah menjadi kenyataan, sulit sekali mencari sosok pemimpin yang mumpuni terhadap tugas dan tanggungjawabnya, apalagi memanfaatkan Pers untuk menjadi pengawas di lingkungan pemerintahannya. Kebanyakan yang terjadi saat ini. justru kritikan pers dianggap sebagai lawan, sehingga tidak perlu ditanggapi positif.

Padahal, seperti strategi Bang Ali, pemberitaan pers, menjadi bentuk pengawasan yang efektif. Pers yang bebas dalam menjalankan fungsi kontrol sosialnya sangat berperan bagi pembangunan Jakarta, di masa kepemimpinan Ali Sadikin.

Meski dalam kurun waktu berbeda, kota Medan, yang baru saja usai melaksanakan pesta puncak pemilihan Walikota/ Wakil Walikota, sebenarnya sangat membutuhkan sosok pemimpin yang berani dan memiliki strategi dalam mengatasi berbagai persoalan yang ada dan berkembang.

Mungkin tidak harus sama persis dengan gerakan Bang Ali Sadikin. Tapi paling tidak, harus memiliki keberanian yang rasional. Sebab cukup banyak persoalan yang dihadapi kota berpenduduk lebih dari 2 juta jiwa ini. Mulai dari tidak jelasnya penataan pasar, pedagang kaki lima, penataan kawasan pemukiman, sistem administrasi kependudukan yang amburadul, sampai tidak perdulinya Pemerintah Kota terhadap banyaknya bangunan bersejarah yang dihancurkan, demi mengejar identitas baru sebagai kota metropolitan!

Jika Bang Ali berani melakukan penggusuran secara tegas, kenapa Walikota Medan takut bertindak yang sama demi kepentingan yang lebih besar? Di sinilah agaknya peran Pers bisa dilibatkan secara lebih proporsional. Pers yang bebas dalam menjalankan peran kontrol sosialnya, akan bisa menjadi lembaga pengawas yang efektif, baik menyangkut kebijakan administratif maupun teknis. Sehingga pejabat di lingkungan Pemerintah Kota, tidak seenaknya membuat kebijakan tanpa memikirkan dampak serius yang bakal muncul di kemudian hari. Atau sebaliknya, tidak memperdulikan aturan yang ada demi memuluskan sebuah rencana proyek yang sebenarnya tidak memberi manfaat apa-apa bagi masyarakat luas.

Tapi sebesar apa keberanian yang dimiliki Walikota Medan, yang baru menerima amanah dari warga kotanya untuk mengubah keadaan kota bersejarah ini kearah yang lebih baik? Jawabannya pasti ditunggu warga Medan! www.analisadaily.com