Analisa Likuiditas Perbankan Nasional

Analisa Likuiditas Perbankan Nasional : Ketika pemerintah merencanakan untuk menerbitkan surat utang negara (SUN) guna memperkuat anggaran, muncul spekulasi bakal terjadi kekeringan likuiditas di perbankan nasional. Pasalnya, dengan asumsi imbal hasil (yield), surat utang akan memancing migrasi dana dari perbankan ke surat utang tersebut.

Itu tidak sepenuhnya salah, namun juga tidak sepenuhnya benar. Kekeringan likuiditas akan terjadi, mayoritas dana perbankan berpindah ke instrumen surat utang pemerintah. Tapi, selama ini, kekhawatiran itu tidak pernah terbukti.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan memperkirakan, pada 2010 ini pemerintah akan menerbitkan SUN sekitar Rp 175 triliun untuk pembiayaan APBN. Dari Rp 175 triliun tersebut diperkirakan 70 persen dalam bentuk denominasi rupiah, sisanya dalam bentuk valuta asing.

Dalam pandangan pemerintah, penerbitan SUN dalam negeri bisa mendorong terjadinya persaingan dengan perbankan dalam menghimpun dana masyarakat. Di sisi lain, kebutuhan berbagai negara untuk mendanai pemulihan ekonomi juga masih cukup tinggi, sehingga banyak negara akan menerbitkan surat berharga.

Jadi, penerbitan SUN tidak akan membuat dana-dana perbankan berpindah secara masif (crowding out) ke surat berharga tersebut. Pasalnya, pasar SUN dan produk perbankan memiliki karakteristik dan fitur berbeda, sehingga penerbitan SUN tidak akan mengganggu bank dalam menghimpun dana masyarakat. Masing-masing instrumen mempunyai pasarnya.

Kalangan masyarakat kelas atas ada kemungkinan mendiversifikasi portofolio mereka ke SUN, namun mayoritas masyarakat tetap akan menaruh uangnya di perbankan. Ada beberapa motif masyarakat menempatkan dananya di instrumen keuangan perbankan.

Pertama, untuk investasi jangka panjang. Deposito berjangka menjadi pilihan utama karena imbal hasilnya lebih baik ketimbang tabungan dana giro.

Kedua, untuk keperluan transaksi. Banyak masyarakat membutuhkan dukungan perbankan dalam melakukan transaksi keuangan, seperti kirim uang dan pembayaran transaksi perdagangan.

Ketiga, untuk keamanan. Sebagian masyarakat masih memandang menyimpan uang di bank relatif aman karena ada program penjaminan dari pemerintah.

Dengan menilik motif tersebut, maka kecil peluang terjadinya situasi crowding out di perbankan Indonesia terkait penerbitan SUN. Masyarakat umum, khususnya investor, memiliki pilihan dan preferensi untuk menempatkan dananya sesuai dengan motif masing-masing.

Indikator bahwa masyarakat masih memercayai lembaga perbankan sebagai tempat menyimpan uang terlihat dari besarnya dana masyarakat yang terserap di perbankan nasional. Memang, jumlah simpanan bank umum pada April 2010 turun 0,07 persen (month on month/mom) menjadi Rp 1.999 triliun. Ini jauh di atas volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010 sekitar Rp 1.100 triliun.

Penurunan itu dipicu oleh sebagian besar segmen yang mengalami penurunan, kecuali segmen dana di bawah Rp 100 miliar yang meningkat sebesar 0,69 persen (mom). Sedangkan jumlah rekening mengalami peningkatan 0,81 persen. Adapun yang mengalami peningkatan adalah dana pada tiering sampai dengan Rp 100 juta dan tiering Rp 100 juta hingga Rp 500 juta, masing-masing sebesar 0,83 persen dan 0,04 persen.

Data tersebut mengindikasikan bahwa pendalaman keuangan (financial deepening) di industri perbankan nasional masih berjalan baik, sehingga mampu menjembatani kebutuhan kredit untuk sektor riil yang mencapai kisaran Rp 1.450 triliun. Justru SUN dapat menjadikan pasar keuangan di Indonesia kian marak karena alternatif investasi menjadi lebih beragam. Dengan demikian, dapat mendukung kestabilan sektor keuangan nasional. makalah Analisa Likuiditas Perbankan Nasional, Makalah segment Perbangkan Nasional