Investasi Asing Sektor Menara Telekomunikasi Tidak Menguntungkan Indonesia

Investasi Asing Sektor Menara Telekomunikasi Tidak Menguntungkan Indonesia : Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembangan Infrastruktur Menara Telekomunikasi (APITEL), Tagor Sihombing, menyatakan sama sekali tidak ada manfaat jika kepemilikan asing untuk sektor menara telekomunikasi diperbolehkan hingga mayoritas. "Kalau memang dibuka untuk asing ada manfaatnya ya tidak apa-apa. Tapi untuk sektor ini sama sekali tidak ada manfaatnya untuk Indonesia," ujar Tagor di Jakarta, Jumat (12/3).

Menurut Tagor, selama ini kapasitas domestik masih mampu untuk berkiprah di sektor ini, baik dalam teknologi pembangunan struktur menara yang kuat maupun pendanaan. Pendanaan terbagi menjadi modal perusahaan nasional ditambah pengajuan kredit di bank-bank nasional. "Dulu pernah ada pemain (investor) asing membangun menara telekomunikasi tapi teknologi sama saja dan dananya pun dari kredit BRI," tutur Tagor.

Untuk satu menara dibutuhkan investasi sekitar Rp 1-2 miliar tergantung difungsikan untuk berapa operator. "Saat ini dari awal direncanakan kekuatan menara untuk tiga operator (menara bersama) tapi untuk menara lebih dari tiga operator perlu perkuatan jadi investasinya lebih mahal," ujar Tagor.

Perlu ada perjuangan supaya kepemilikan asing dibatasi dengan pembatasan di Daftar Negatif Investasi (DNI). Karena teknologi dan desain untuk membangun menara telekomunikasi sudah semakin sederhana. "Kita (pemerintah dan pengusaha Indonesia) harus melihat apa yang dibawa investor asing, apakah pemain dalam negeri tidak mampu, dan teknologi jenis apa yang dibawa," ujar Tagor.

Pekan lalu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan menyatakan kepemilikan asing untuk sektor menara telekomunikasi diperbolehkan hingga mayoritas dalam draft revisi Daftar Negatif Investasi (DNI). Alasannya diperlukan sekitar US$ 7-8 miliar untuk mengoptimalkan industri ini sedang kapasitas domestik belum cukup kuat.

Saat ini, ada 48 perusahaan pengembangan menara telekomunikasi. Hanya tiga yang merupakan perusahaan besar (Indonesia Tower, PT Protelindo dan Tower Bersama Group) dan sekitar 15 perusahaan skala menengah. Perusahaan skala besar mampu membangun lebih dari 100 menara. Perusahaan skala menengah mampu membangun sekitar 100 sampai 100 menara.

Sedangkan potensi pengembangan sektor menara telekomunikasi masih sangat besar sehingga sangat menarik investor asing maupun dalam negeri. Sektor ini baru tergarap sekitar 60 persen. Sedang di sebagian besar negara padat penduduk sudah memiliki banyak menara telekomunikasi jadi tidak bisa banyak berkembang.

Selain itu, ada masalah sensitivitas dalam iklim investasi sektor menara telekomunikasi setelah banyaknya kasus perobohan menara telekomunikasi, seperti di Kabupaten Badung, Bali. "Kesempatan mengembangkan bisnis ini masih besar, apalagi kalau iklim investasinya kondusif," ujar Tagor.(http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/03/12/brk,20100312-232155,id.html)