Makalah Tafsir Metafisika Sufisme Tentang Penciptaan Perempuan

A. Pendahuluan

Pandangan kasik tentang kedudukan perempuan dalam Islam hampir tidak berubah hingga masa modern sekarang ini dimana struktur sosial pra Islam --yang kesukuan dan merujuk pada apa yang disebut jahiliyah (yakni masa kebodohan)-- dalam literatur Islam masih tetap terjadi. Padahal mestinya, zaman modern dapat melahirkan manusia yang berpengetahuan luas, dan dengan begitu, diharapkan mampu memahamai wahyu al-Quran secara lebih humanis, dalam rangka memerangi praktik-praktik jahiliyah tersebut. Di sini al-Quran tidak hanya menentang semua praktik-praktik kesewenang-wenangan itu, tetapi juga menanamkan norma-norma yang pasti dan memposisikan perempuan dalam status yang jelas, setara dengan laki-laki. Banyak kalangan menilai kesadaran tentang kedudukan perempuan dalam Islam dipelopori oleh gerakan-gerakan feminisme di Eropa, yang menuntut kesetaraan gender.


Di tambah lagi, proses liberalisasi perempuan telah memperoleh signifikansinya yang baru, khususnya setelah Perang Dunia Kedua. Pada masa itu, kaum perempuan mulai sadar akan hak-hak dan status & jenis kelaminnya. Di negara-negara yang baru merdeka seperti India, yang memilih ideologi demokratis telah menciptakan dampak baru bagi posisi atau kedudukan perempuan. Dengan pemahaman demokrasi secara gradual dan konsep tentang hak-hak asasi manusia di satu sisi, dan di sisi lain konsep tentang keadilan gender memperoleh popularitas yang lebih besar. Alhasil, wacana gender sekarang ini sudah begitu marak dibicarakan, termasuk di Indonesia.Tetapi demikian dalam praktiknya, kita pun mengakui bahwa realisasi gender ternyata bukanlah perkara mudah. Kekerasan yang menimpa kaum perempuan masih saja terjadi, lantaran perempuan masih dianggap pihak yang menempati posisi sub-ordinat. Ironisnya lagi, kekerasan terhadap perempuan terjadi di negara-negara yang notabene sangat maju di bidang industri, teknologi, dan tingkat pendidikan tinggi bagi kaum perempuan jauh lebih besar.

Di samping kesulitan-kesulitan yang dihadapi untuk merealisasikan keadilan gender, kaum perempuan tidak pernah berhenti menyuarakan hak-haknya. Banyak dari mereka yang menginginkan perubahan. Salah satu cara yang ditempuh untuk mengimplementasikan hukum gender secara adil adalah dengan mengkaji ulang dan menafsirkan kembali Kitab Suci secara serius dan benar. Tulisan ini mencoba memahami perempuan dari sisi sufistik melalui endekatan
kosmologi dan metafisika.B. Tafsir Penciptaan Perempuan: Antara Klasik Patriarki dan Feminis Kontemporer Di dunia Islam saat ini, telah lahir beberapa mufassir feminis-kontemporer yang menyuarakan hak-hak perempuan. Untuk keberhasilan misinya, mereka menafsir ulang ayat-ayat al-Quran yang berkenaan dengan perempuan (baca: relasi gender).

Di mana, ayat-ayat tersebut oleh kebanyakan para mufassir klasik-patriarki ditafsirkan secara tekstual, yang menganggap laki-laki adalah superior sedangkan perempuan adalah inferior, dan secara kultural diperlakukan sebagai makhluk sekunder (secondary creation). Berbeda dengan mufassir-patriarkis klasik, para mufassir-feminis kontemporer mencoba mengkontekstualisasikan ayat-ayat tentang perempuan tersebut sesuai perkem-bangan zaman dan seiring lantangnya suara-suara kaum perempuan yang menuntut hak-haknya. Selain itu pula, mufassir-feminis
kontemporer mencoba menempatkan perempuan di garda depan tanpa menghilangkan ruh-ruh kodratinya. Sebab, mereka yakin dengan ungkapan bahwa Al-Quranshâlihun likulli zamân wa makân. Mufassir-feminis kontemporer

DOWNLOAD Makalah Tafsir Metafisika Sufisme Tentang Penciptaan Perempuan