Analisa Ketergantungan Perusahaan Di indonesia Terhadap Media

Analisa Ketergantungan Perusahaan Di indonesia Terhadap Media ; Perusahaan-perusahaan Indonesia masih harus membangun kepercayaan melalui beragam saluran komunikasi, baik media cetak dan elektronik tradisional, serta online, menyusul tingginya harapan terhadap akuntabilitas korporasi dibandingkan dengan negara lain di Asia Pasifik.

Hasil survei Edelman Trust Barometer 2010 menunjukkan bahwa bisnis harus mulai menilai dirinya melalui lensa ekspektasi sosial. Tidak ada satupun saluran komunikasi memiliki tingkat kepercayaan yang signifikan.

Majalah bisnis berada di peringkat atas sumber informasi yang kredibel terhadap sebuah perusahaan hampir 48% responden Indonesia melihat media sebagai ‘sangat’ atau ‘amat sangat’ kredibel. Namun popularitas mesin pencari berada pada peringkat kedua 48% dan sumber online gratis 43%, yang mengalahkan liputan televisi 42%.

“Kami melihat kalangan binis yang berada di tepi masyarakat sipil, dan ekspektasi masyarakat tersebut akan berdampak pada interaksi dengan pemangku kepentingan yang dilakukan oleh bisnis tersebut. Kini semua sudah beralih dari dunia shareholder ke stakeholder, sehingga kalangan bisnis harus beradaptasi pada realitas baru ini,” ungkap Chadd McLisky, Chairman IndoPacific Edelman hari ini.

Hasil penelitian tahun ini mengindikasikan bahwa kalangan bisnis di Indonesia tidak bisa bersantai-santai, walalupun kinerja perekonomian lokal sangat kuat. Kepercayaan telah berevolusi dari efek samping kegiatan korporasi menjadi sebuah lini bisnis tersendiri yang harus terus dimonitor ketat oleh perusahaan-perusahaan dan dikelola secara efektif agar perusahaan dapat terus beroperasi.

Survei tingkat kepercayaan di kalangan bisnis ini adalah bagian dari Edelman Asia Pacific Trust Barometer ke 11, termasuk hasil survei di Indonesia yang dikeluarkan baru-baru ini. Trust Barometer mensurvei 4.875 pemuka opini di 22 negara, termasuk 1.575 pemuka opini di negara-negara Asia Pasifik a.l. Indonesia, China, India, Singapura, Jepang, Korea dan Australia.

“Hasil tahun lalu menunjukkan bahwa kalangan bisnis Indonesia tidak lagi dapat berjalan sendiri, kemitraan dengan lembaga non-korporasi merupakan komponen penting dalam sebuah bisnis modern,” tambah Chadd.

Perusahaan-perusahaan juga harus melihat bagaimana cara mereka hadir di dunia online mendukung hubungan dengan pemangku kepentingan. Website sebuah perusahaan adalah sumber informasi digital paling terpercaya peringkat tiga, dengan 34% responden – sejajar dengan komunikasi perusahaan seperti berita pers.

Namun apa yang dikomunikasikan oleh perusahaan sama pentingnya dengan bagaimana cara perusahaan mengkomunikasikannya – banyaknya informasi tentang bagaimana sebuah perusahaan meningkatkan kinerja finansialnya dan memberikan produk dan pelayanan baru tidak cukup untuk memenuhi harapan pemangku kepentingan terhadap keadilan dan akuntabilitas.

Menurut survei itu, kalangan bisnis di Indonesia mungkin telah keluar dari krisis keuangan global, namun perusahaan-perusahaan ini tidak dapat lepas dari harapan terhadap akuntabilitas korporasi yang lebih tinggi, seiring dengan gempuran krisis global. Karena kalangan terdidik di Indonesia memiliki harapan lebih tinggi terhadap akuntabilitas korporasi dibandingkan dengan Negara lain di Asia Pasifik.

Menurut hasil survei, 88% dari 200 kalangan terdidik Indonesia menyatakan bahwa untuk mengembalikan tingkat kepercayaan, perusahaan-perusahaan Indonesia harus melepaskan tim manajemen yang kinerjanya kurang baik, dan mengembalikan pinjaman pemerintah. 85% mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan harus mengurangi kesenjangan umur antara eksekutif senior dan upah rata-rata pekerja.

Pada ketiga kategori, hasil survei di Indonesia melebihi hasil survei regional dan global sejauh 9 poin persentase atau lebih. Bahkan untuk pertama kalinya dalam 11 tahun sejarah Trust Barometer, kualitas produk dan pelayanan tidak berada pada peringkat atas karakteristik sebuah perusahaan yang baik dan bertanggung jawab.

Sebaliknya, di Indonesia, 83% responden di Indonesia menyatakan bagaimana sebuah perusahaan memperlakukan karyawannya adalah pendorong utama reputasi perusahaan dan 78% menyatakan pentingnya praktek bisnis yang terbuka dan transparan.

Kualitas produk dan pelayanan berada di tingkat ke 5 dengan 70%, dibawah perusahaan yang dipercayai” 75% dan frekuensi dan kejujuran komunikasi (71%), memberikan hasil finansial yang konsisten (54%) dan kepemimpinan yang dikagumi (47%).

“Di Indonesia, kami melihat faktor-faktor yang lebih lunak dan kurang ‘tangible’ sebagai pendorong reputasi. Bagi sebagian besar pemangku kepentingan, apa yang yang dicapai oleh perusahaan semakin lama semakin kurang menonjol dibandingkan dengan bagaimana perusahaan tersebut berperilaku,” jelas Chadd.

Hasil ini digarisbawahi oleh kenyataan bahwa 68% responden Indonesia percaya bahwa CEO harus memberikan bobot yang sama pada setiap kebutuhan pemangku kepentingan – investor, pelanggan, karyawan, pemerintah dan masyarakat umum – saat mengambil keputusan bisnis. Sekali lagi hasil ini lebih tinggi dari rata-rata global yang mencapai 52% dan Asia Pasifik 53%.