Pengertian Hukum Waris

Pengertian Hukum Waris, Seperti yang telah terurai diatas, bahwa hukum waris di Indonesia masih beraneka warna coraknya, dimana tiap-tiap golongan penduduk teramsuk kepada hukumnya masing-masing, antara lain hal ini dapat dilihat pada golongan masyarakat yang beragama islam kepadanya diberlakukan hukum kewarisan islam,baik mengenai tatacara pembagian harta pusaka, besarnya bagian antara anak lakilaki dengan anak perempuan, anak angkat, lembaga peradilan yang berhak memeriksa & memutuskan sengketa warisan apabila terjadi perselisihan diantara para ahli waris dan lain sebagainya.

Untuk golongan masyarakat non muslim, mereka tunduk kepada hokum adatnya masing-masing disana sisi dipengaruhi oleh unsur-unsur agama & kepercayaan. Begitu juga terhadap golongan eropa dan yang dipersamakan dengan mereka, aturan tentang hukum waris ini aspirasinya separuhnya diserahkan kepada hukum perdata eropa ( kitab undang-undang hulkum perdata ).

Dari penjelasan tersebut diatas, mengakibatkan pula terjadinya perbedaan tentang arti & makna hukum waris itu sendiri bagi masing-masing golongan penduduk. Artinya belum terdapat suatu keseragaman tentang pengertian & makna hukum waris sebagai suatu standard hukum ( pedoman ) serta pegangan yang berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia . Namun demikian semua pihak terdapat bahwa apbila berbicara mengenai hukum waris, maka pusat perhatian tidak terlepas dari 3 ( tiga ) unsur pokok yakni :

- Adanya harta peninggalan ( kekayaan ) pewaris yang disebut warisan
- Adanya pewaris yaitu orang menguasai atau memiliki harta warisan &
mengalihkan atau meneruskannya, dan
- Adanya ahli waris, orang yang menerima pengalihan ( penerusan )
atau pembagian harta warisan itu .
“ Menurut hukum kewarisan islam ( hukum faraidh ), pengertian hukum
waris menurut istilah bahasa ialah takdir ( qadar / ketentuan, dan pada
sya’ra adalah bagian-bagian yang diqadarkan / ditentukan bagi waris.
Dengan demikian faraidh adalah khusus mengenai bagian ahli waris yang
telah ditentukan besar kecilnya oleh sya’ra “.

( H. Abdullah Syah, 1994 : 4 )
Kemudian ditinjau dari Hukum Adat, pengertian hukum waris adalah :
“ Aturan-aturan yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan
& peralihan dari harta kekayaan yang berwujud & tidak berwujud dari
generasi pada generasi “ .

( Ter Haar , 1950 : 197 ).
“ Hukum Adat Waris menurut peraturan-peraturan yang mengatur proses
meneruskan serta mengoper barang-barang yang tidak berwujud benda
(IMMATERIELE GOEDEREN) dari suatu angkatan manusia ( generasi )
kepada turunannya “.

( Supomo, 1967 : 72 )
Sedangkan Kitab Undang-undang hukum perdata ( BW ) juga memberikan
batasan tentang pengertian & defenisi hukum waris sebagai suatu pedoman, adapun
pengertian tersebut, adalah seperti terurai dibawah ini. Menurut Pasal 830 BW :

“ Pewarisan hanya berlangsung karena kematian “.
Pasal 832 BW mengatakan :
“ Menurut Undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah baik syah maupun luar kawin & si suami atua isteri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera dibawah ini, dalam hal bilamana baik keluarga sedarah maupun yang hidup terlama diantara suami isteri tidak ada, maka segala harta peninggal si yang meninggal menjadi milik negara yang mana wajib melunasi segala utangnya , sekedar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu .