Analisa Hukum Tata Negara Dalam Adat dalam Pembahasan BPUPK

Proses pembahasan UUD 1945 oleh BPUPK menunjukkan bahwa UUD 1945 dibuat dengan cita-cita dan spirit yang berakar dari semangat bangsa Indonesia yang khas, serta pengalaman ketatanegaraan adat yang telah dipraktikkan oleh masyarakat Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari pidato Soekarno, Soepomo, bahkan Muhammad Yamin.

Spirit bangsa Indonesia dari semua golongan yang ada diungkapkan oleh Soekarno menjadi lima dasar, yaitu Pancasila. Inilah salah satu bentuk kesepakatan mengenai filosofi pemerintahan yang dapat disepakati bersama (general acceptance of the same philosophy of government) . Kesepakatan tersebut terjadi karena Pancasila memiliki akar dalam masyarakat Indonesia sehingga disetujui oleh para pendiri bangsa, sebagaimana dikemukakan dalam pidato Soekarno berikut ini.

Kita bersama-sama mentjari philosophische grondslag, mentjari satu “Weltanschauung” jang kita semuanja setudju. Saja katakan lagi setudju! Jang saudara Yamin setudjui, jang Ki Bagoes setudjui, jang Ki Hadjar setudjui, jang saudara Sanoesi setudjui, jang saudara Abikoesno setudjui, jang saudara Lim Koen Jian setudjui, pendeknja kita semua mentjari satu modus.

Soepomo menyatakan bahwa dasar dan susunan negara berhubungan dengan riwayat hukum (rechtsgeschichte) dan lembaga sosial dari negara itu sendiri. Oleh karena itu pembangunan negara Indonesia harus disesuaikan dengan struktur sosial masyarakat Indonesia yang ada, seperti yang disampaikan oleh Soepomo pada rapat BPUPK sebagai berikut.

Sungguh benar, dasar dan bentuk susunan dari suatu negara itu berhubungan erat dengan riwayat hukum (rechtsgeschichte) dan lembaga sosial (sociale structuur) dari negara itu. Berhubung dengan itu apa jang baik dan adil untuk suatu negara, belum tentu baik dan adil untuk negara lain, oleh karena keadaan tidak sama.

Tiap-tiap negara mempunjai keistimewaan sendiri-sendiri berhubung dengan riwajat dan tjorak masjarakatnja. Oleh karena itu, politik Pembangunan Negara Indonesia harus disesuaikan dengan “sociale structuur” masjarakat Indonesia jang njata pada masa sekarang, serta harus disesuaikan dengan panggilan zaman, misalnja tjita-tjita Negara Indonesia dalam lingkungan Asia Timur Raya.

Muhammad Yamin juga menyatakan bahwa yang dapat menjadi dasar negara adalah dari susunan negara hukum adat. Hal itu dikemukakan oleh Yamin berikut ini.
Dari peradaban rakjat jaman sekarang, dan dari susunan Negara Hukum adat bagian bawahan, dari sanalah kita mengumpulkan dan mengumpulkan sari-sara tata negara jang sebetul-betulnja dapat mendjadi dasar negara.

Salah satu wujud hukum tata negara adat yang menjadi ciri ketatanegaraan Indonesia adalah prinsip musyawarah. Musyawarah diperlukan agar penyelenggara negara dapat menjalankan tugasnya mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan cita-cita rakyat. Musyawarah merupakan forum pengambilan keputusan sekaligus pembatasan kekuasaan. Konsep musyawarah telah dikenal dan dipraktikkan dalam ketatanegaraan adat di wilayah nusantara. Soepomo menyatakan.

Menurut sifat tatanegara Indonesia yang asli, jang sampai sekarangpun masih dapat terlihat dalam suasana desa baik di Djama, maupun di Sumatera dan kepulauan-kepulauan Indonesia lain, maka para pendjabat negara ialah pemimpin jang bersatu-djiwa dengan rakjat dan para pendjabat negara senantiasa berwadjib memegang teguh persatuan dan keimbangan dalam masjarakatnja.

Kepala desa, atau kepala rakjat berwadjib menjelenggarakan keinsjafan keadilan rakjat, harus senantiasa memberi bentuk (Gestaltung) kepada rasa keadilan dan tjita-tjita rakjat. Oleh karena itu, kepala rakjat “memegang adat” (kata pepatah Minangkabau) senantiasa memperhatikan segala gerak-gerik dalam masjarakatnja dan untuk maksud itu, senantiasa bermusjawarah dengan rakjatnja atau dengan kepala-kepala keluarga dalam desanja, agar supaja pertalian bathin antara pemimpin dan rakjat seluruhnja senantiasa terpelihara.

Yamin juga menegaskan bahwa prinsip musyawarah merupakan sifat peradaban bangsa Indonesia yang asli, bahkan sebelum masuknya Islam. Prinsip musyawarah lah yang menyusun masyarakat dan ketatanegaraan berdasarkan keputusan bersama.

Diantara segala negeri-negeri Islam di dunia, barangkali bangsa Indonesialah jang sangat mengemukakan dasar permusjawaratan dan memberi tjorak jang istimewa kepada pelaksanaan permusjawaratan. Keadaan itu bukan kebetulan, melainkan berhubungan karena dikuatkan oleh sifat peradaban yang asli. Sebelum Islam berkembang ditanah Indonesia, maka sedjak zaman purbakala sudah membentuk susunan desa, susunan masjarakat dan susunan hak tanah jang bersandar kepada keputusan bersama jang boleh dinamai kebulatan – bersama atas masjarakat. Dasar kebulatan inilah jang sama tuanja dengan susunan desa, negeri, marga dan lain-lain dan mufakat itulah jang menghilangkan dasar perseorangan dan menimbulkan hidup bersama dalam masjarakat jang teratur dan dalam tata-negara desa jang dipelihara untuk kepentingan bersama dan untuk rakjat turun-temurun.

Pemikiran Soekarno, Soepomo, dan Yamin tersebut menunjukkan pentingnya hukum tata negara adat sebagai akar ketatanegaraan Indonesia merdeka. Oleh karena itu, memahami ketatanegaraan Indonesia tentu akan lebih komprehensif dengan mengetahui dan memahami hukum tata negara adat. Bahkan hukum tata negara adat yang berlaku di dalam persekutuan-persekutuan hukum adat dinyatakan oleh Yamin sebagai “kaki susunan negara sebagai bagian bawah”.

Pengakuan terhadap hukum tata negara adat dan masyarakat hukumnya selanjutnya terwujud dalam rumusan Pasal 18 UUD 1945 yang disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945 yang menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.

Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan menyebutkan bahwa dalam wilayah Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbestuurende landchappen dan volksgemeenschappen, yang memiliki susunan asli dan dapat dikatakan sebagai daerah istimewa. Negara menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mempertimbangkan hak-hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa. Hak asal-usul tersebut juga meliputi bentuk dan struktur pemerintahan yang diatur berdasarkan hukum tata negara adat.

Referensi:
Andrews, William G. Constitutions and Constitutionalism. 3rd edition. New Jersey: Van Nostrand Company, 1968.
Freeman, M.D.A. Lloyd’s Introduction to Juricprudence. Seventh Edition. London: Sweet & Maxweel Ltd, 2001.
Jimly Asshiddiqie. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Cetakan kedua. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.
Levinson, Sanford. Constitutional Faith. Princeton: Princeton University Press, 1990.
Search : makalah Hukum Tata Negara Dalam Adat dalam Pembahasan BPUPK, makalah hukum adat dalam perspektif UUD 45, makalah prinsip musyawarah dalam Hukum Adat.